Perjanjian Renville
Untuk
memfasilitasi komunikasi rahasia antara Delegasi RI dengan Pemerintah
Pusat di Yogyakarta, selama perundingan RI-Belanda di Kapal USS Renville
ditugaskan 2 (dua) orang Code Officer (CDO)/Petugas Sandi yaitu Letnan
II Marjono IS dan Letnan II Padmowirjono. Sedangkan 2 (dua) orang CDO,
Letnan II Oetoro Kolopaking dan Letnan II Parhadi Utomo, bekerja di
darat (Jakarta) yang berkantor di bekas Gedung Proklamasi Jl. Pegangsaan
Timur no.56.
Sistem sandi yang digunakan 3 (tiga) jenis yaitu Buku C (Besar), Sistem Transposisi dan One Time Pad (OTP). Sesudah
pertempuran di Medan Area, Kabanjahe, Samura, Seberaya,Sukanalu, Suka,
Barus Jahe, Sarinembah, Tiga Binanga dan beberapa tempat di Tanah Karo,
maka Belanda dapat menguasai sebahagian Tanah Karo.
Tetapi keinginan Belanda untuk menguasai seluruh Tanah Karo, tetap
tidak berhasil karena pertahanan yang dibuat Resimen I di Sungai (Lau
Lisang), tidak dapat ditembus oleh serdadu-serdadu Belanda. Pertahanan
ini sangat menguntungkan Resimen I, terletak di belakang jembatan Lau
Lisang yang telah dirusakkan. Meskipun dengan persenjataan yagn serba
kurang, namun akibat faktor alam yagn mendukung, memberikan kemungkinan
untuk bertahan dengan baik. Di sungai Lau Lisang inilah garis pertahanan
pertama dan terdepan pada waktu itu hingga berakhirnya Agressi I, tetap
dapat dikuasai. Lalu terdengar kabar tentang diadakannya perundingan
antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda di atas kapal USA Renville
di Tanjung Priok-Jakarta yang diprakarsai oleh Dewan Keamanan PBB.
Perundingan yagn terkenal dengan Perundingan Renville itu ditanda
tangani pada tanggal 17 Januari 1948, jam 15.00 sore, dimana pihak
Indonesia menerima garis “Van Mook”. Garis yagn ditentukan oleh Gubernur
Jenderal Belanda Van Mook.
Konsekuensi dari perundingan Renville ini adalah; bahwa semua pasukan
Indonesia yagn berada dalam “Kantong-kantong” (yang ditentukan oleh
garis Van Mook) harus keluar (hijrah) ke daerah yang masih dikuasai
Republik Indonesia.
Di Sumatera Utara, garis damarkasi dimulai dari Gebang di Langkat
sampai ke Lau Pakam (Perbatasan Tanah Karo-Aceh) menyusur Sungai Renun
ke Lau Patundal (Perbatasan Tanah Karo-Dairi), ke Ajibata di tepi Danau
Toba menyusur Pantai Danau Toba ke Parapat (masuk kekuasaan Belanda),ke
Simpang Bolon terus ke Gunung Melayu, menyusur Sungai Asahan sampai ke
Laut.
Dengan demikian semua Pasukan di daerah Tanah Karo, Deli Serdang,
Simalungun, dan Asahan harus dikosongkan oleh TRI dan lasykar-lasykar,
mereka harus hijrah ke daerah Aceh atau Tapanuli Utara, Labuhan Batu
atau Tapanuli Selatan. Hanya TRI dan lasykar yagn berada di daerah Tanah
Karo saja yang terpaksa mengundurkan diri. Resimen I Divisi X di bawah
Letkol Djamin Ginting telah terlebih dahulu hijrah ke Lembah Alas di
Aceh, sedangkan Resimen Napindo Halilintar di bawah Mayor Selamat
Ginting ke Sidikalang-Dairi bersama dengan Pasukan Barisan Harimau Liar
(BHL) di bawah Pimpinan Saragih Ras dan Payung Bangun.
Daerah Simalungun dan Asahan, sebelumnya sudah dikosongkan oleh TRI
dan Pasukan-pasukan lain, mereka telah berada di daerah Tapanuli dan
Labuhan Batu.
Sumber : http://adeirawan74.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar