Cerita ini terjadi pada permulaan abad yang ke-15.
Jacobus d’Arc dengan isterinya Isabella Romme tinggal dalam sebuah kota kecil bernama “Domremy”. Domremy letaknya di Perancis, di perbatasan propinsi Champagne – Bourgondie dan Lotharingen.
Jacobus d’Arc dan Isabella hidup saleh, berdamai dengan tetangganya, serta sopan santun dalam segala perbuatannya dan dalam segala percakapannya. Mereka tidak kaya, sebaliknya Jacobus d’Arc dan Isabella terpaksa membanting tulang, dari pagi hingga petang mereka bekerja dengan rajin dan teliti untuk mencari nafkah. Meskipun demikian, kedua suami-isteri itu berhati tentram. Lagipula dengan senang hati masih menolong sesama manusia yang miskin.
Jacobus d’Arc dengan isterinya Isabella Romme tinggal dalam sebuah kota kecil bernama “Domremy”. Domremy letaknya di Perancis, di perbatasan propinsi Champagne – Bourgondie dan Lotharingen.
Jacobus d’Arc dan Isabella hidup saleh, berdamai dengan tetangganya, serta sopan santun dalam segala perbuatannya dan dalam segala percakapannya. Mereka tidak kaya, sebaliknya Jacobus d’Arc dan Isabella terpaksa membanting tulang, dari pagi hingga petang mereka bekerja dengan rajin dan teliti untuk mencari nafkah. Meskipun demikian, kedua suami-isteri itu berhati tentram. Lagipula dengan senang hati masih menolong sesama manusia yang miskin.
Jacobus d’Arc memiliki 3 orang anak laki-laki dan 2 orang anak perempuan. Anak-anak itu dididiknya secara Katolik sejati dan secara sederhana. Dari kecil anak-anak itu sudah menolong ibu-bapanya dikebun dan dirumah. Demikian pula anaknya yang bungsu, yaitu Jeanne. Gadis itu amat menyenangkan ibu-bapanya. Mujurlah, rupanya pada Jeanne tertanam berupa-rupa benih kebajikan.
Jeanne
itu pengiba, lemah-lembut, rendah hati dan rajin bekerja. Lagipula
rupanya Jeanne taat berbakti kepada Tuhan dan Bunda Maria. Tetapi Jeanne
yang pandai bekerja dikebun dan dirumah, Jeanne yang cekatan mangantih
dengan penyering itu tidak pandai belajar. Membaca dan menulis ia tidak
bisa, bila berdoa tidak pernah ia memakai buku. Dalam cerita ini
membuktikan bahwa Tuhan tidak membutuhkan kepandaian semata. Kepandaian
itu berfaedah, tetapi hanya kebajikanlah yang berjasa.
Jeanne bertabiat riang, tetapi meskipun demikian kadang-kadang mukanya yang jernih itu berubah menjadi muram, cahaya matanya berganti pudar. Apakah yang terpikirkan oleh gadis itu?
Domremy
letaknya terpencil, jauh di pegunungan. Meskipun demikian, sekali-kali
juga berika berita yang mengkhawatirkan sampai di kota Domremy. Sri
Baginda Raja Charles ke-6 ditimpa penyakit gila. Putranya, Pangeran
Charles ke-7 belum tentu akan dinobatkan menjadi raja Perancis.
Negri
Perancis sedang kacau! Bangsawan yang bergelar “Le Duc de Bourgondie”
bermusuhan dengan “Le Duc d’Orleans”. Ya, kedua bangsawan itu berusaha
sekuat-kuatnya untuk mengembangkan kekuatannya. Dengan cerdik dicarinya
tipu muslihat, supaya Pangeran Charles ke-7 tidak bertakhta di Perancis.
Mereka tahu betul mempergunakan pepatah : “Tahanlah jerat di tempat
yang genting”. Tetapi, bila gajah berjuang bersama gajah, pelanduk mati
ditengah-tengah. Begitulah juga di Perancis , rakyat terdesak dan
menderita. Laskar perancis teradu, bagian yang satu melawan yang
lainnya.
Dan
Pangeran Charles ke-7 tidak berdaya, tidak mempunyai kepastian.
Kadang-kadang murka, mengamuk amat dahsyat dan adakalanya ia
termangu-mangu berputus asa.
Biduk satu, nahkoda tiga! Mana boleh!
Musuh Perancis mengintai dengan senang! Menunggu saat yang terbaik
untuk menyerang! Itulah yang menyebabkan pikiran Jeanne menjadi muram.
Ia cinta kepada tanah airnya! Oo, Jeanne sudi mengorbankan dirinya, asal
saja tanah Perancis menjadi tentram. Tentu, waktu sembayang juga ia
berdoa dan memohon rahmat dan pertolongan Tuhan untuk kerjaan Perancis
yang malang ini.
Dekat
rumah Jacobus d’Arc adalah bukit dan dipuncak bukit itu, tepatnya di
bawah tebing batu yang curam tampak air membual-bual. Air kolam itu
bening laksana kaca dan begitu juga kata orang, air itu baik untuk
dipakai sebagai obat. Di pinggir kiri ada sebuah batang pohon yang
umurnya sudah tua, daunnya yang rimbun membayang di didalam air. Di
tengah dan di tepi sebelah sana tumbuh sejenis rumput yang panjang
tempat burung-burung bersembunyi. Dekat disitu berdiri sebuah patung
Bunda Maria yang selalu terhias bunga.
Jeanne
suka sekali duduk beristirahat dibawah pohon itu. Pada suatu hari
Jeanne sedang duduk diatas akar pohon itu sambil menjaga kambing bapanya
yang mencari rumput muda, Jeanne terkejut. Tiba-tiba terperanjatlah ia!
Cahaya terang mengelilinginya! Jeanne berdiri hendak mengumpulkan
kambingnya. Pada sangkanya itu adalah halilintar yang biasanya
mendahului hujan, Tetapi apakah itu?
Dalam
cahaya Jeanne melihat seorang manusia, seorang manusia yang bersayap!
Dengan tenangnya manusia itu memandang pada Jeanne. Karena dilihatnya
gadis itu ketakutan, ia memperkenalkan dirinya : “Jangan takut Jeanne!
Aku adalah Malaikat! Namaku Michael. Bersiaplah Jeanne! Berdoalah yang
sungguh-sungguh, pergilah ke misa Kudus setiap mungkin. Tuhan akan
menolong Perancis! Dan ….. Tuhan akan memakai tenagamu! Sekian Jeanne
sampai berjumpa lagi.” Sekonyong-konyong hilanglah cahaya itu, Jeanne
menggosok-gosok matanya. Bermimpikah ia?! Terang kelihatan, nyata
terdengar. Jeanne duduk kembali, bertopang dagu, termenung sejenak,
kemudian gadis itu pulang.
Rahasianya
akan disimpannya baik-baik. Pada bibirnya yang terkatub itu bermain
senyum simpul. Pada matanya yang memandang jauh kedepan itu terbayang
harapan yang besar. Jeanne mulai menyiapkan dirinya sesuai kehendak
Tuhan. Betulkah, Malaikat Michael akan datang lagi???.....
Ya
betul, Malaikat Michael datang lagi, didampingi oleh Santa Katarina dan
Santa Margareta. Berulang-ulang mereka mengunjungi Jeanne, supaya berani
dalam menghadapi beban berat yang akan diembannya. Pada suatu ketika
bertitahlah Malaikat Michael : “Jeanne, sekarang saat yang dinantikan
telah tiba. Engkau harus berangkat! Pergilah kepada tuan Gubernur dikota
Vaucouleurs. Mintalah kepadanya, kiranya sudi mengantarkan enkau kepada
Raja Charles.”
Jeanne
terkejut! Berangkat dan menghadap Raja?! “Saya tidak pandai berbahasa
Perancis yang sopan. Masakan akan diterima! Dan apakah yang harus
kukatakan?”. Tetapi Malaikat Michael tetap mendesak : “Jangan
khawatir,Jeanne! Pikiranmu akan diterangi Roh Kudus!”
Maka
pada suatu hari Jeanne meminta izin kepada ibu-bapanya. Mereka tentu
saja heran mendengar permintaan Jeanne yang aneh itu. Mula-mulanya
bapanya tertawa : “Apa Jeanne? Engkau seorang gadis hendak mau
berperang, hendak membebaskan Perancis!? Mustahil, jangan engkau gila
begitu! Bermimpikah kamu Jeanne!?”
Kemudian
karena Jeanne terus memaksa, Jacobus d”Arc amat marah kepada anaknya
itu. Hanya pamannya yang percaya atas keseriusan gadis itu. Paman itu
juga yang mengantarkan Jeanne ke kota Vaucouleurs.
Gubernur
Robert de Baudricourt memandang kepada Jeanne dengan takjub … dan
mengatakan bahwa ia sama sekali tidak percaya. Bahwa peristiwa itu tidak
mungkin terjadi dan Jeanne disuruhnya pergi. Tetapi Jeanne tidak
berkecil hati dan berputus asa. Berulang-ulang ia kembali dan memohon
dengan sangat, supaya dapat menghadap Raja Charles. Akhirnya, karena
kesal, Jeanne dibawanya juga di istana tempat kediaman Raja Charles.
Ketika
Jeanne tiba, banyak yang sudah hadir disitu. Raja Charles berpakaian
sederhana saja dan tidak seorangpun yang menunjukkan padanya akan Raja
Charles. Walaupun begitu, oleh suatu penerangan batin, Jeanne dapat
mengenalinya. Dengan tidak ragu-ragu, ia member hormat secara adat
Perancis. Suaranya jelas dan nyaring terdengar sampai tiap sudut :
“Hamba, ialah pemudi yang akan membebaskan tanah Perancis. Bukan karena
kekuatan hamba sendiri, bukan karena kecerdikan akal hamba, bukan karena
kebijaksanaan pikiran hamba, melainkan karena kekuatan Yang Maha
Tinggi, yang telah memerintah hamba. Hanya karena inilah tugas dalam
kehidupan hamba.”
Raja
Charles ke-7 beserta hadirin yang hadir terdiam dan termenung. Mereka
mengamat-amati badannya yang kecil, pinggangnya yang ramping serta
tangannya yang kecil. Betulkah gadis itu akan kuat berperang???
Raja
Charles menimbang : “Apa salahnya dicoba. Jika benar gadis itu
terdorong oleh suatu Kuasa!? Bukankah patut diterimanya karunia semacam
itu! Musuh tanah Perancis telah mendarat dan bertambah hari bertambah
banyak”
Maka
terjadilah, Jeanne mengepalai sepasukan serdadu. Sejak itu ia bertukar
pakaian. Ia memakai pakaian perang dari besi. Ia berpanjikan sehelai
bendera putih berhias Salib. Suara Wahyu selalu terdengar olehnya. Dan
Jeanne selalu menuruti kata-kata tersebut. Malam hari, bila pasukan
tertidur nyenyak, Jeanne berlutut dalam kemahnya. Berdoa, agar tanah
Perancis terpelihara, agar para pasukan terlepas dari bahaya maut.
Keselamatan serdadu musuh juga tidak dilupakannya
Oo,
tabiat gadis itu, tidak berubah. Selahirnya Jeanne adalah seorang
pengiba, menjadi sedih bila memikirkan kematian yang akan menimpa
serdadu-serdadu itu. Sebelum pergi menyerang, Jeanne biasanya berdoa
dahulu, memohon rahmat dan pertolongan Tuhan untuk mereka yang akan
menjadi korban. Dan bila diterimanya kabar beberapa serdadu telah
terbunuh atau luka. Jeanne acap-kali menangis, seolah-olah seorang ibu
yang menangisi anaknya.
Sekalipun ada yang bertanya : “Jeanne, apakah Tuhan hanya mengasihi tanah Perancis? Bukankah serdadu musuh itu juga MakhlukNya?!” Jeanne tersenyum dan menjawab : “Tentu demikian, tuanku. Tetapi, kehendak Tuhan ialah semua bangsa tinggal dengan tentram dalam negerinya masing-masing. Jadi berperang hanya untuk meluaskan kekuasaan duniawi, itulah tidak berkenan pada Tuhan.”
Berkat
pertolongan Yang Maha Tinggi itulah, Jeanne menang! Keberanian dan
kepercayaan serdadu-serdadu Perancis makin meluap. Laskar Perancis
dengan sukarela mengikuti panji Jeanne. Perjuangan antara kedua
bangsawan segeralah selesai. Kini semua orang tertarik kepada Jeanne
yang rupanya ahli dalam strategi perang yang selalu membawa pasukannya
kepada kemenangan
“Kemenangan”…
bukankah perkataan itu harum, masyur dan cemerlang?! Dan suasana Laskar
Jeanne adalah persaudaraan. Caci-maki tiada terdengar. Malakukan hal
yang tidak senonoh, tiada yang berani. Prajurit-prajurit itu yakin bahwa
Jeanne itu hidup bertapa dan berpantang. Sebelum menyerang, Jeanne
mengirimkan kabar supaya musuh untuk menyerah dan menyelamatkan diri
mereka. Tetapi biasamya kabar itu dianggap sebagai penghinaan, dan musuh
akan semakin marah. Dan bila serdadu Perancis letih, bila mereka takut
karena tentara musuh jauh lebih besar, jauh lebih sempurna senjatanya,
Jeanne berkuda menuju ke depan medan pertempuran sambil mengayunkan
benderanya. Melihat hal itu bangkitlah semangat juang mereka.
Berkat
pertolongan Jeanne maka terbebaslah kota Orleans dari gempuran musuh.
Inilah pertempuran yang dasyat. Kemenangan yang sungguh-sungguh penting.
Sekarang musuh terpaksa meninggalkan Perancis. Sekarang terbuka jalan
menuju kota Rheims. Sekarang dapatlah Jeanne memenuhi perjanjiannya :
mengantarkan Raja Charles ke-7 ke Rheims, supaya ia dinobatkan secara
adat Perancis. Pada hari kemujuran dan penuh semangat itu kegembiraan
bangsa Perancis memuncak. Dan mereka memuja-muja Jeanne d’Arc. Tetapi
tidak demikian dengan beberapa orang yang memusuhi Jeanne karena
keberhasilannya. Mereka menyebar fitnah bahwa Jeanne itu seorang penipu,
pembohong. Mungkin juga Jeanne itu adalah penjelmaan setan, karena itu
kudanya bisa berlari secepat angin. Bagaimanapun juga Jeanne itu harus
ditangkap dan dihukum mati.
Dan
akhirnya Jeanne mengetahui juga hal itu. Suara wahyu mengatakan :
“Jeanne, pekerjaanmu telah selesai! Sejak ini karuniamu akan meninggi.
Engkau selalu berdoa untuk tanah Perancis, untuk keselamatan laskarmu,
untuk musuhmu. Badanmu sendiri kau lupakan, itu adalah hal sangat mulia.
Sekarang terimalah karunia Tuhan. Terimalah lambang kemenangan yang
tidak akan terlupakan!” Dengan hati yang berdebar-debar, dengan suara
yang sayup-sayup bertanyalah Jeanne “Apakah karunia itu?” Dan suara
menjawab : “Engkau akan tertawan, akan dihukum mati, akan dibakar
hidup-hidup.”
Jeanne
mengeluh dan merintih : “O, aduh masakan saya akan kuat menghadapinya!”
jawabnya : “Ya Jeanne, kau akan kuat karena kekuatanmu ada pada Penebus
yang terpaku pada Kayu Salib!” Sejak saat itu pergaulan suci terhenti,
Jeanne tidak lagi mendengar suara Malaikat Michael. Demikian yang
terjadi, Jeanne hendak pulang kerumah orang tuanya tetapi tidak
diizinkan. Pada suatu hari Jeanne akhirnya ditangkap dan dibawa
kepengadilan. Tetapi hakim-hakim yang mengadilinya tidak jujur. Bila
Jeanne berkata benar maka tidak ditulis, bila Jeanne mengatakan yang
dianggap salah segera dicatat. Akhirnya Jeanne dijatuhi hukuman mati.
Didalam
pasar dikota Rouan di muara sungai Seine telah tersedia onggokan kayu
besar dan tinggi. Sementara itu Jeanne mengalami kegelapan jiwa. Suara
yang menghibur, yang menjadi pelita pikirannya tidak lagi terdengar.
Kekacauan dan ketakutan hatinya pada waktu itu tiada terlukiskan…
Setibanya
diatas onggok kayu, tiba-tiba teringat nasihat : “Kekuatanmu pada
Penebus terpaku di Kayu salib!” Jeanne pun berseru meminta sebuah Salib.
Seorang serdadu yang menaruh belas kasihan mematahkan sebuah tongkat.
Diikatnya menyerupai Salib dan diberikannya kepada Jeanne. Sejenak
kemudia Jeanne meminta sebuah salib dengan sebuah patung Penebus
tergantung padanya. Ketika itu api berkobar semakin besar. Karena
keinginan seorang yang dihukum mati, mereka mengambil sebuah Salib dari
Gereja. Pada saat itu juga kepastian Jeanne telah kembali.
Nyaring terdengar sampai ke segenap penjuru Jeanne berseru : “Aku tidak berdusta. Suara Malaikat sungguh-sungguh terdengar padaku. Tugas hidupku ini berasal dari Sorga!”
Asap membumbung tinggi ke atas menyelimuti badan yang ramping lampai itu. Apa yang terjadi tidak tampak. Sejam sesudahnya abulah yang tertinggal. Angin berhembus sepoi-sepoi. Mengangkat abu yang ringan lagi murni. Kemudian disebarkannya kemana-mana, seakan hendak menandatangani warisan kasih Jeanne terhadap bangsa Perancis.
Jeanne d’Arc berumur 19 tahun. Lahir pada tanggal 5 Januari 1412. Meninggal pada tanggal 30 Mei 1431. Setelah meninggal perkaranya diselidiki lagi dan terbukti bahwa Jeanne d’Arc tidak bersalah. Hingga kini Bangsa Perancis terus membanggakan Jeanne dan menganugrahkannya dengan gelar pahlawan Perancis.
Sumber : http://kisahsanto-martir.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar