Tampilkan postingan dengan label Akuntansi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Akuntansi. Tampilkan semua postingan

Senin, 30 Juli 2012

Pengertian, Jenis dan Manfaat Disclosure/ Pengungkapan Laporan Keuangan


Pengertian, Jenis dan Manfaat Disclosure/ Pengungkapan Laporan Keuangan. Setelah sebelumnya saya menulis tentang Cara Mudah Belajar Akuntansi, Perbandingan Administrasi Negara dan Interaksi Globalisasi dalam Bidang Ekonomi kini saya akan menulis tentang Disclosure. Tahukah anda apa itu Disclosure? Berikut ini pembahasan tentang itu secara lengkap.


Pengertian, Jenis dan Manfaat Disclosure

A. Latar Belakang
Dalam kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia disebutkan bahwa pemakai laporan keuangan meliputi investor, karyawan, pemerintah serta lembaga keuangan, dan masyarakat. Kemudian dalam pengambilan keputusan ekonomi dipengaruhi banyak faktor, misalnya keadaan perekonomian, politik dan prospek industri.
Adapun kualitas dalam pengambilan keputusan itu dipengaruhi oleh kualitas pengungkapan perusahaan yang diberikan melalui laporan tahunan (Annual Report) agar informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami dan tidak menimbulkan salah interpretasi, maka penyajian laporan keuangan harus disertai dengan pengungkapan yang cukup (Adequate disclosure).
Catatan atas laporan keuangan merupakan media untuk pengungkapan yang diharuskan dalam standar akuntansi dan yang tidak dapat disajikan dalam neraca, laporan laba rugi atau laporan arus kas. Sehingga keberadaan dari disclosure atau pengungkapan dalam perusahaan sangat penting karena  pada kondisi ketidakpastian pasar, nilai informasi yang relevan dan realiable tercermin di dalamnya.
Sedangkan dalam mekanisme pasar modal, pengungkapan badan usaha merupakan suatu cara untuk menyalurkan pertanggung jawaban perusahaan kepada para investor untuk memudahkan alokasi sumber daya yang menunjukkan laporan tahunan (Annual Report) berupa media yang sangat penting untuk menyampaikan Corporate Disclosure (pengungkapan pada laporan tahunan).

B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah pada makalah ini yaitu :
  1. Jelaskan pengertian disclosure/ pengungkapan laporan keuangan !
  2. Jelaskan jenis-jenis discloure / pengungkapan laporan keuangan!
  3. Jelaskan tujuan dan manfaat dari disclosure / pengungkapan laporan keuangan!


Pengungkapan Laporan Keuangan

A. Pengertian Disclosure/ Pengungkapan Laporan Keuangan
Pengungkapan laporan keuangan dalam arti luas berarti penyampaian (release) informasi. Sedangkan menurut para akuntansi memberi pengertian secara terbatas yaitu penyampaian informasi keunagan tentang suatu perusahaan di dalam laporan keuangan biasanya laporan tahunan.
Laporan tahunan (Annual Report) media utama penyampaian  informasi oleh manajemen kepada pihak-pihak di luar perusahaan. Laporan tahunan mengkomunikasikan kondisi keuangan dan informasi lainnya kepada pemegang saham, kreditor, dan stakeholders llainnya.  Laporan tahunan merupakan mencakup hal-hal seperti pembahasan dan analisis manajemen, catatan kaki dan laporan pelengkap.
Sehingga dalam laporan tahunan lah diketahui seberapa kuat informasi pengungkapan yang diajukan oleh perusahaan.

B. Jenis-Jenis Discloure / Pengungkapan Laporan Keuangan
Pengungkapan laporan keuangan dapat dilakukan dalam bentuk penjelasan mengenai kebijakan akuntansi yang ditempuh, kontijensi, metode persediaan, jumlah saham yang beredar dan ukuran alternatif, misalnya pos-pos yang dicatat berdasarkan historical cost.
Adapun jenis pengungkapan yang digunakan perusahaan untuk memberikan informasi kepada stakeholders berupa :
1. Pengungkapan Wajib (Mandatory Disclosure)
Pengungkapan ini merupakan pengungkapan informasi yang diharuskan oleh peraturan yang berlaku, dalam hal ini peraturan dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), namun sebelum dikeluarkan keputusan Ketua Bapepam Nomor 38/PM/1996 tanggal 17 Januari 1996 mengenai laporan tahunan bahwa yang dimaksud dengan pengungkapan wajib adalah meliputi semua pengungkapan informasi dalam laporan keuangan.
2. Pengungkapan Sukarela
Pengungkapan sukarela adalah pengungkapan informasi yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku atau pengungkapan melebihi yang diwajibkan.
Perusahaan akan melakukan pengungkapan melebihi kewajiban pengungkapan minimal jika mereka merasa pengungkapan semacam itu akan menurunkan biaya modalnya atau jika mereka tidak ingin ketinggalan praktik-praktik pengungkapan yang kompetitif. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan akan mengungkapkan lebih sedikit apabila mereka merasa pengungkapan keuangan akan menampakkan rahasia kepada pesaing atau menampakkan sisi buruk perusahaan di depan berbagai pihak.
Dengan adanya pengungkapan sukarela ini maka upaya untuk berkomunikasi secara efektif dengan pembaca-pembaca asing, karena tidak adanya standar akuntansi di pelaporan yang diterima secara internasional.

C. Tujuan dan Manfaat dari disclosure / pengungkapan laporan keuangan

1. Tujuan
Perusahaan besar umumnya menjadi sorotan banyak pihak, baik dari masyarakat secara umum maupun pemerintah, perusahaan dengan ukuran yang lebih besar relatif lebih diawasi oleh lembaga-lembaga pemerintah, sehingga mereka berupaya menyajikan pengungkapan yang lebih baik untuk dapat meminimalisasi tekanan-tekanan pemerintah. Oleh karena itu, perusahaan besar tersebut dituntut untuk mengungkapkan informasi yang lebih banyak daripada perusahaan kecil.
Informasi itu sekaligus menjadi bahan untuk keperluan pengungkapan informasi kepada pihak eksternal, sehingga tidak perlu ada tambahan biaya yang besar untuk dapat melakukan pengungkapan dengan lebih lengkap.
Perusahaan besar berkemungkinan memperoleh keuntungan-keuntungan dengan mengungkapkan informasi yang memadai dalam laporan tahunan, misalnya kemudahan untuk memasarkan saham dan kemudahan memperoleh dana dari pasar modal. Sedangkan perusahaan kecil umumnya sulit untuk mendapatkan dana dari pasar modal, mengingat pembatasan ukuran aset bila terjun ke bursa, sehingga perusahaan kecil tidak dapat menikmati keuntungan dari pengungkapan informasi yang memadai.
Adapun yang menjadi tujuan dari pengungkapan dinyatakan sebagai berikut :
  1. Untuk menguraikan hal-hal yang diakui dan memberikan pengukuran yang relevan atas hal-hal tersebut di luar pengukuran yang digunakan dalam laporan keuangan.
  2. Untuk menguraikan hal-hal yang diakui dan untuk memberikan pengukuran yang bermanfaat.
  3. Untuk memberikan informasi yang akan membantu investor dan kreditor menilai resiko dan potensial dari hal-hal yang diakui dan tidak diakui.
  4. Untuk memberikan informasi penting yang memungkinkan para pengguna laporan keuangan untuk melakukan perbandingan dalam satu tahun dan diantara beberapa tahun.
  5. Untuk memberikan informasi mengenai arus kas atau keluar dari masa depan.
  6. Untuk membantu para investor menilai pengembalian dari investasi mereka.
2. Manfaat
Tujuan dari pengungkapan oleh perusahaan bermanfaat untuk beberapa kepentingan yaitu oleh perusahaan pencari laba (profit making interpreise) berdasarkan pada tiga kategori kepentingan yaitu kepentingan perusahaan, kepentingan investor, dan kepentingan nasional.
Adapun penjelasannya sebagai berikut :
  1. Manfaat bagi kepentingan perusahaan adalah dapat diperoleh biaya modal yang lebih rendah yang berkaitan dengan berkurangnya resiko informasi bagi investor dan kreditur. Dengan demikian investor dan kreditor bersedia membeli sekuritas dengan harga tinggi, akibat dari harga sekuritas yang tinggi tersebut biaya modal perusahaan menjadi rendah.
  2. Bagi investor pengungkapan bermanfaat untuk mengurangi resiko informasi berupa pengurangan kesalahan pembuatan keputusan investasi. Sehingga investor menjadi lebih percaya kepada perusahaan yang memberikan pengungkapan secara lengkap, akibatnya sekuritas perusahaan menjadi lebih menarik bagi banyak investor dan harganya akan naik.
  3. Bagi kepentingan Nasional, yaitu berupa adanya biaya modal perusahaan yang rendah dan berkurangnya risiko informasi yang dihadapi investor. Dengan diperolehnya biaya modal yang lebih rendah oleh perusahaan, pertumbuhan ekonomi dapat meningkat, kesempatan kerja meluas, dan pada akhirnya standar kehidupan secara nasional akan meningkat pula. Dengan berkurangnya resiko informasi yang dihadapi investor, pasar modal menjadi likuid. Likuiditas pasar modal ini diperlukan oleh perekonomian nasional karena dapat membantu alokasi modal secara efektif.
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengungkapan laporan keuangan dalam arti luas berarti penyampaian (release) informasi. Sedangkan menurut para akuntansi memberi pengertian secara terbatas yaitu penyampaian informasi keunagan tentang suatu perusahaan di dalam laporan keuangan biasanya laporan tahunan
Informasi itu sekaligus menjadi bahan untuk keperluan pengungkapan informasi kepada pihak eksternal, sehingga tidak perlu ada tambahan biaya yang besar untuk dapat melakukan pengungkapan dengan lebih lengkap.
Pengungkapan wajib (mandatory disclosure) informasi yang diharuskan oleh peraturan yang berlaku, dalam hal ini peraturan dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Sedangkan pengungkapan sukarela adalah pengungkapan informasi yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku atau pengungkapan melebihi yang diwajibkan..
Perusahaan akan melakukan pengungkapan melebihi kewajiban pengungkapan minimal jika mereka merasa pengungkapan semacam itu akan menurunkan biaya modalnya atau jika mereka tidak ingin ketinggalan praktik-praktik pengungkapan yang kompetitif. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan akan mengungkapkan lebih sedikit apabila mereka merasa pengungkapan keuangan akan menampakkan rahasia kepada pesaing atau menampakkan sisi buruk perusahaan di depan berbagai pihak.

B. Saran-Saran
Dengan mempelajari pembahasan tentang disclosure/pengungkapan laporan keuangan maka dengan ini penulis mengharapkan kepada semua pihak agar lebih tepat dalam mengungkapkan informasi sehubungan dengan laporan tahunan (Annual Report) sehingga pada stakeholders dapat mempercayai sistem manajemen perusahaan sehingga akan berimbas kepada masa depan perusahaan itu sendiri.
Adapun saran dan kritik sangat penulis harapkan dari para pembaca makalah ini demi kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Soemarso, S.R. 2003. Akuntansi Suatu Pengantar (Buku 2). Jakarta: Salemba Empat.




Sumber : http://www.masbied.com/

Minggu, 20 Mei 2012

Memahami Persamaan Akuntansi (Contoh Kasus Sederhana Sehari-Hari)

Dalam belajar akuntansi sangat penting untuk mengetahui persamaan akuntansi, persamaan akuntansi ini sangat berguna dalam penyusunan laporan keuangan. Untuk mempelajari persamaan akuntansi ini cobalah anda lihat Belajar Akuntansi Debet dan Kredit pada Blog http://kalmet.blogspot.com

Dengan menggunakan transaksi sehari-hari dan sederhana sebagaimana yang diuraikan dalam Belajar Akuntansi Debet dan Kredit, maka kita dapat mempelajari bagaimana caranya mencatat transaksi pada sisi debet dan sisi kredit. Berdasarkan yang telah dipelajari dalam catatan Belajar Akuntansi Debet dan Kredit maka dapat kita bentuk persamaan akuntansinya dengan cara sebagai berikut :

1. Lihatlah posisi positif pada masing-masing unsur akuntansi sebagaimana yang telah dibahas dalam Belajar Akuntansi Debet dan Kredit, yaitu:
- Aset bertambah berada pada posisi debet
- Kewajiban bertambah berada pada posisi kredit
- Ekuitas/Modal bertambah berada pada posisi kredit
- Pendapatan bertambah berada pada posisi kredit
- Biaya/Beban bertambah berada pada posisi debet
2. Dengan melihat tanda positifnya maka dapat kita bentuk persamaan akuntansinya, yaitu unsur akuntansi sisi debet sama dengan unsur akuntansi sisi kredit, dengan persamaan sebagai berikut:
ASET + BIAYA = KEWAJIBAN + MODAL + PENDAPATAN
3. Dalam akuntansi; Aset, Kewajiban dan Modal merupakan komponen Neraca, sedangkan Pendapatan dan Biaya merupakan kelompok Laba (Rugi), atas hal tersebut, maka persamaan akuntansi dapat disederhanakan menjadi
- Kelompok Neraca, dengan persamaan akuntansi sebagai berikut:
ASET = KEWAJIBAN + MODAL
Dalam persamaan ini dapat disimpulkan bahwa aset yang kita miliki didapat dari pinjaman dan atau dari modal
- Kelompok Laba (Rugi) dengan persamaan akuntansi sebagai berikut:
LABA (RUGI) = PENDAPATAN – BIAYA
Dalam persamaan ini dapat disimpulkan bahwa apabila Pendapatan lebih besar dari Biaya, maka selisihnya diakui sebagai Laba, jika Pendapatan lebih kecil dibandingkan dengan Biaya, maka selisihnya akan diakui sebagai Rugi
4. Hubungan Neraca dengan Laba (Rugi)
Laporan laba (rugi) merupakan transaksi yang dilakukan untuk satu periode tertentu dan hasil dari laba (rugi) akan mempengaruhi modal yang dimiliki.
Hal ini berarti jika kita mengalami laba maka modal yang kita miliki akan bertambah sebesar laba yang diperoleh, sedangkan jika mengalami kerugian maka secara otomatis modal yang kita miliki akan berkurang sebesar kerugian. Dengan demikian persamaan akuntansi untuk modal adalah sebagai berikut
MODAL = MODAL DISETOR + LABA (RUGI)

Kesimpulan:

Persamaan akuntansi Laba (Rugi) adalah sebagai berikut:
LABA (RUGI) = PENDAPATAN – BIAYA

Persamaan akuntansi untuk Modal adalah sebagai berikut:
MODAL = MODAL DISETOR + LABA (RUGI)

Persamaan akuntansi untuk Neraca adalah sebagai berikut:
ASET = KEWAJIBAN + MODAL


 Sumber : http://organisasi.org/

JURNAL UMUM

LATIHAN
Siklus Akuntansi Jasa

JURNAL UMUM
oleh: Gito Brahmana


A. JURNAL (Journal) adalah catatan akuntansi permanen yang pertama (book of original entry), yang digunakan untuk mencatat transaksi keuangan perusahaan secara kronologis dengan menyebutkan akun yang di Debet maupun yang di Kredit.
Fungsi jurnal meliputi :
1. Fungsi historis, yaitu jurnal merupakan kegiatan mencatat semua transaksi keuangan secara kronologis atau berurutan sesuai dengan tanggal terjadinya.
2. Fungsi mencatat, yaitu jurnal merupakan pencatatan yang lengkap terperinci, artinya semua transaksi dengan sumbernya harus dicatat tanpa ada yang ketinggalan.
3. Fungsi analisis, yaitu jurnal menganalisis transaksi untuk menentukan akun yang harus di Debet maaupun yang di Kredit.
4. Fungsi instruktif, yaitu jurnal merupakan perintah memposting dalam buku besar baik yang di Debet maupun yang di Kredit sesuai hasil analisis dalam jurnal.
5. Fungsi informatif, yaitu jurnal memberikan keterangan kegiatan perusahaan secara jelas.
Secara umum jurnal terdiri dari jurnal umum dan jurnal khusus. Pada semester ini kita akan membahas jurnal umum saja. Bentuk jurnal umum adalah :
Jurnal Umum
Halaman : (1)
Tanggal No Bukti Nama Akun dan Keterangan Ref Debet Kredit
(2) (3) (4) (5) (6) (7)
Keterangan :
(1) Diisi dengan nomor halaman jurnal secara berurutan.
(2) Diisi dengan tanggal terjadinya transaksi secara berurutan dengan kronologis terjadinya transaksi.
(3) Diisi nomor surat bukti transaksi.
(4) Diisi dengan nama akun yang di debet ditulis terlebih dahulu, baris bawahnya ditulis akun yang di kredit dan ditulis menjorok ke sebelah kanan. Selanjutnya baris bawahnya ditulis penjelasan ringkas transaksi yang bersangkutan.
(5) Diisi nomor kode akun, tetapi ingat nomor kode akun ini diisi hanya jika akan diposting ke buku besar.
(6) Dan (7) diisi dengan jumlah rupiah dari akun yang di debet maupun yang di kredit.
Sebelum bukti transaksi keuangan dicatat dalam jurnal, terlebih dahulu dilakukan analisis untuk menentukan pengaruhnya terhadap akun-akun di perusahaan. Pola pencatatan transaksi dalam jurnal diatur dalam sebuah mekanisme Debet dan Kredit. Pengertian Debet dalam Akuntansi menunjukan sisi sebelah kiri dan Kredit menunjukan sebelah kanan. Mekanisme Debet dan Kredit terlihat dalam tabel sebagai berikut :
Mekanisme Debet dan Kredit


No Jenis Akun Keterangan
Bertambah Berkurang
1 HARTA DEBET KREDIT Harta jika bertambah dicatat di Debet Harta jika berkurang dicatat di Kredit
2 UTANG KREDIT DEBET Utang jika bertambah dicatat di Kredit Utang jika berkurang dicatat di Debet
3 MODAL KREDIT DEBET Modal jika bertambah dicatat di Kredit Modal jika berkurang dicatat di Debet
4 PENDAPATAN KREDIT DEBET Pendapatan jika bertambah dicatat di Kredit Pendapatan jika berkurang dicatat di Debet
5 BEBAN DEBET KREDIT Beban jika bertambah dicatat di Debet Beban jika berkurang dicatat di Kredit

Berikut ini contoh pencatatan dalam jurnal umum untuk transaksi yang terjadi selama bulan Mei tahun 2006 di perusahaan ALI TAILOR

Transaksi 1 : 1 MEI
Tn. Ali menyetor uang pribadi ke dalam perusahaan “ALI TAILOR” sebagai modal awal usaha jahit sebesar Rp 4.000.000,-

Analisis transaksi :
􀂃 Harta perusahaan dalam bentuk Kas bertambah Rp 4.000.000,- (Debet)
􀂃 Modal Tn. Ali Bertambah Rp 4.000.000,- (Kredit)
Jurnal :
Tanggal Nama Akun dan Keterangan Ref Debet Kredit
Mei 1 KasModal Tn. Ali (Setoran modal awal Tn. Ali) Rp4.000.000- -Rp4.000.000







Transaksi 2 : 2 MEI
Disewa sebuah ruko untuk usaha jahit dengan membayar Rp 1.200.000,- untuk 6 bulan.

Disewa sebuah ruko untuk usaha jahit dengan membayar Rp 1.200.000,- untuk 6 bulan.
Analisis transaksi :
􀂃 Harta perusahaan dalam bentuk Sewa Dibayar Dimuka bertambah Rp 1.200.000,- (Debet)
􀂃 Harta perusahaan dalam bentuk Kas berkurang Rp 1.200.000,- (Kredit)

Jurnal :
Tanggal Nama Akun dan Keterangan Ref Debet Kredit
Mei 2 Sewa Dibayar DimukaKas (Pembayaran sewa ruko) Rp 1.200.000- -Rp 1.200.000






Transaksi 3 : 4 MEI
Dibeli tunai perlengkapan jahit dari Toko Jaya dengan harga Rp 800.000,-



Analisis transaksi :
􀂃 Harta perusahaan dalam bentuk Perlengkapan Jahit bertambah Rp 800.000,- (Debet)
􀂃 Harta perusahaan dalam bentuk Kas berkurang Rp 800.000,- (Kredit)
Jurnal :
Tanggal Nama Akun dan Keterangan Ref Debet Kredit
Mei 4 Perlengkapan JahitKas (Pembelian tunai perlengkapan dari Toko Jaya) Rp 800.000- -Rp 800.000






Transaksi 4 : 10 MEI
Tanggal Nama Akun dan Keterangan Ref Debet Kredit
Mei 10 KasPerlengkapan Jahit (Pembelian tunai perlengkapan dari Toko Jaya) Rp 300.000- -Rp 300.000
Telah diselesaikan jahitan pakaian langganan seharga Rp 300.000 dan langsung diterima pembayarannya.Analisis transaksi : 􀂃 Harta perusahaan dalam bentuk Kas bertambah Rp 300.000,- (Debet)
􀂃 Pendapatan perusahaan bertambah Rp 300.000,- (Kredit)


Telah diselesaikan jahitan pakaian langganan seharga Rp 300.000 dan langsung diterima pembayarannya.










Transaksi 5 :
Mei
12
Dibeli peralatan jahit dari Toko Sekawan seharga Rp 1.500.000,- baru dibayar Rp500.000,-
Analisis transaksi :
􀂃 Harta perusahaan dalam bentuk Peralatan Jahit bertambah Rp 1.500.000,- (Debet)
􀂃 Harta perusahaan dalam bentuk Kas berkurang Rp 500.000,- (Kredit)
􀂃 Utang perusahaan (ke Toko Sekawan) bertambah Rp 1.000.000,- (Kredit)
Tanggal Nama Akun dan Keterangan Ref Debet Kredit
Mei 12 Peralatan JahitKas Utang Usaha
(pembelian peraltan sebagian tunai ke Toko Sekawan)
Rp 1.500.000- - -Rp 500.000 Rp 1.000.000






Transaksi 6: MEI 18
Telah diselesaikan jahitan pakaian Tn. Ahmad seharga Rp 1.700.000 sudah dikirimkan tagihannya.
Analisis transaksi :
􀂃 Harta perusahaan dalam bentuk Piutang Usaha bertambah Rp 1.700.000,- (Debet)
􀂃 Pendapatan perusahaan bertambah Rp 1.700.000,- (Kredit)
Jurnal :
Tanggal Nama Akun dan Keterangan Ref Debet Kredit
Mei 18 Piutang UsahaPendapatan jahit (Pendapatan jahit dalam tagihan ke Tn. Ahmad) Rp 1.700.000- -Rp 1.700.000






TRANSAKSI 7: MEI 12
Dibayar ke Toko Sekawan Rp 800.000,- atas pembelian peralatan jahit tanggal 12 Mei.
Analisis transaksi :
􀂃 Harta perusahaan dalam bentuk Kas berkurang Rp 800.000,- (Kredit)
􀂃 Utang perusahaan (ke Toko Sekawan) berkurang Rp 800.000,- (Debet)
Jurnal :
Tanggal Nama Akun dan Keterangan Ref Debet Kredit
Mei 19 Utang UsahaKas (Pembayaran Utang ke Toko Sekawan) Rp 800.000- -Rp 800.000






TRANSAKSI 8:MEI 20
Dibayar gaji pegawai untuk 2 minggu kerja Rp 200.000,-
Analisis transaksi :
􀂃 Harta perusahaan dalam bentuk Kas berkurang Rp 200.000,- (Kredit)
􀂃 Beban Gaji bertambah Rp 200.000,- (Debet)
Jurnal :
Tanggal Nama Akun dan Keterangan Ref Debet Kredit
Mei 20 Beban GajiKas (Pembayaran gaji pegawai) Rp 200.000- -Rp 200.000






TRANSAKSI 9: MEI 21
Diterima pinjaman dari BPD JABAR Rp 2.000.000,- dikenakan biaya administrasi Rp250.000.
Tanggal Nama Akun dan Keterangan Ref Debet Kredit
Mei 21 KasBeban Administrasi Utang Bank
(Penerimaan pinjaman dari Bank dipotong bunga)
Rp 1.750.000Rp 250.000 - – Rp 2.000.000






TRANSAKSI 10:MEI 22
Tn. Ali mengambil uang perusahaan untuk keperluan pribadi Rp 400.000,-
Analisis transaksi :
􀂃 Harta perusahaan dalam bentuk Kas berkurang Rp 400.000,- (Kredit)
􀂃 Pengambilan pemilik (Prive) bertambah Rp 400.000,- (Debet)
Jurnal :
Tanggal Nama Akun dan Keterangan Ref Debet Kredit
Mei 22 PriveKas (Prive Tn. Ali) Rp 400.000- -Rp 400.000






TRANSAKSI 11: MEI 23
Diterima pembayaran dari Tn. Ahmad Rp 1.400.000,- atas penyelesaian jahitan tanggal 18 Mei.
Analisis transaksi :
􀂃 Harta perusahaan dalam bentuk Kas bertambah Rp 1.400.000,- (Debet)
􀂃 Harta perusahaan dalam bentuk Piutang (ke Tn. Ahmad) berkurang Rp 1.400.000,- (Kredit)
Jurnal :
Tanggal Nama Akun dan Keterangan Ref Debet Kredit
Mei 25 KasPiutang Usaha (Penerimaan pembayaran tagihan jahitan Tn Ahmad) Rp1.400.000- -Rp1.400.000






TRANSAKSI 12 :MEI 30
Dibeli secara kredit perlengkapan jahit dari Toko Jaya dengan harga Rp 200.000,-
Analisis transaksi :
􀂃 Harta perusahaan dalam bentuk Perlengkapan bertambah Rp 200.000,- (Debet)
􀂃 Utang perusahaan (ke Toko Jaya) bertambah Rp 200.000,- (Kredit)
Jurnal :
Tanggal Nama Akun dan Keterangan Ref Debet Kredit
Mei 30 Perlengkapan JahitUtang Usaha (Pembelian perlengkapan secara kredit ke Toko Jaya) Rp 200.000- -Rp 200.000







TRANSAKSI 13: MEI 31
Dibayar cicilan ke BPD JABAR Rp 230.000,- termasuk bunga pinjaman Rp 30.000,-
Analisis transaksi :
􀂃 Harta perusahaan dalam bentuk Kas berkurang Rp 230.000,- (Kredit)
􀂃 Beban Bunga bertambah Rp 30.000,- (Debet)
􀂃 Utang perusahaan ke Bank berkurang Rp 200.000,- (Debet)
Jurnal :
Tanggal Nama Akun dan Keterangan Ref Debet Kredit
Mei 31 Utang BankBeban Bunga Kas
(Pembayaran cicilan ke BPD ditambah bunganya)
Rp 200.000Rp 30.000 - – Rp 230.000






MAKA JURNAL SECARA UTUH TANGGAL 31 DESEMBER:
“ALI TAILOR”
JURNAL UMUM
Bulan Mei 2006
Halaman : 01
Tanggal Nama Akun Ref Debet Kredit
Mei 1 KasModal Tn. Ali (Setoran modal awal Tn. Ali) Rp 4.000.000- -Rp4.000.000
2 Sewa Dibayar DimukaKas (Pembayaran sewa ruko) Rp 1.200.000- -Rp 1.200.000
4 Perlengkapan JahitKas (Pembelian tunai perlengkapan dari Toko Jaya) Rp 800.000- -Rp 800.000
10 KasPendapatan jahit (Pendapatan jahit tunai) Rp 300.000- -Rp 300.000
12 Peralatan JahitKas Utang Usaha
(Pembelian peralatan sebagian tunai ke Toko Sekawan)
Rp 1.500.000- - -Rp 500.000 Rp 1.000.000
18 Piutang UsahaPendapatan jahit (Pendapatan jahit dalam tagihan ke Tn. Ahmad) Rp 1.700.000- -Rp 1.700.000
19 Utang UsahaKas (Pembayaran Utang ke Toko Sekawan) Rp 800.000- -Rp 800.000
20 Beban GajiKas (Pembayaran gaji pegawai) Rp 200.000- -Rp 200.000
21 KasBeban Administrasi Utang Bank
(Penerimaan pinjaman dari Bank dipotong bunga)
Rp 1.750.000Rp 250.000 - – Rp 2.000.000
22 PriveKas (Prive Tn. Ali) Rp 400.000- -Rp 400.000
25 KasPiutang Usaha (Penerimaan pembayaran tagihan jahitan Tn Ahmad) Rp 1.400.000- -Rp 1.400.000
30 Perlengkapan JahitUtang Usaha (Pembelian perlengkapan secara kredit ke Toko Jaya) Rp 200.000- -Rp 200.000
31 Utang BankBeban Bunga Kas
(Pembayaran cicilan ke BPD ditambah bunganya)
Rp 200.000Rp 30.000 - – Rp 230.000



Sumber : http://milamashuri.wordpress.com/

Rabu, 09 Mei 2012

Alasannya Perlu Konvergensi ke IFRS

Seperti yang kita ketahui, selama ini kita (orang Indonesia) masih menggunakan SAK (Standar Akuntansi Keuangan) yang dihasilkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia), baik dalam studi pembelajaran di bidang ilmu Akuntansi maupun di praktek sehari-hari yang sering kita jumpai. Namun lambat laun SAK mulai mengalami pergeseran dengan masuknya suatu Standar baru  yang namanya IFRS. Dan saat ini, Indonesia sendiri sudah mulai menggunakan standar IFRS tersebut.
Lalu apa sih sebenarnya IFRS itu ?
IFRS (International Financial Reporting Standard) merupakan pedoman penyusunan laporaan keuangan yang diterima secara global. Jika sebuah negara menggunakan IFRS, berarti negara tersebut telah mengadopsi sistem pelaporan keuangan yang berlaku secara global sehingga memungkinkan pasar dunia mengerti tentang laporan keuangan perusahaan di negara tersebut berasal.
Secara keseluruhan IFRS mencakup:
  • International Financial Reporting Standard (IFRS) – standar yang diterbitkan setelah tahun 2001
  • International Accounting Standard (IAS) – standar yang diterbitkan sebelum tahun 2001
  • Interpretations yang diterbitkan oleh International Financial Reporting InterpretationsCommittee (IFRIC) – setelah tahun 2001.
  • Interpretations yang diterbitkan oleh Standing Interpretations Committee (SIC) – sebelum tahun 20011)
Kemudian mengapa  Standar Akuntansi Internasional (IFRS) ini diperlukan ? Alasannya yaitu :
  • Peningkatan daya banding laporan keuangan dan memberikan informasi yang berkualitas di pasar modal internasional
  • Menghilangkan hambatan arus modal internasional dengan mengurangi perbedaan dalamketentuan pelaporan keuangan.
  • Mengurangi biaya pelaporan keuangan bagi perusahaan multinasional dan biaya untuk analisis keuangan bagi para analis.
  • Meningkatkan kualitas pelaporan keuangan menuju “best practise”.

Terus bagaimana SAK ini di konvergensi ke IFRS ?
Menurut DSAK, pengadopsian IFRS dapat dibedakan menjadi lima tingkatan:
  1. Full Adoption pada tingkat ini suatu negara mengadopsi seluruh IFRS dan menterjemahkan word by word
  2. Adapted mengadopsi seluruh IFRS tetapi disesuaikan dengan kondisi di suatu negara.
  3. Piecemeal, suatu negara hanya mengadopsi sebagian nomor IFRS, yaitu nomorstandar atau paragraf tertentu.
  4. Referenced , standar yang diterapkan hanya mengacu pada IFRS tertentu denganbahasa dan paragraf yang disusun sendiri oleh badan pembuat standar.
  5. Not adoption at all, suatu negara sama sekali tidak mengadopsi IFRS.
Indonesia sendiri akan mengadopsi IFRS secara penuh pada 2012. Adapun strategi adopsi yang dilakukan untuk konvergensi ada dua macam, yaitu :
  1. Big bang strategy.
Big bang strategy mengadopsi penuh IFRS sekaligus, tanpa melalui tahapan – tahapan tertentu. Strategi ini digunakan oleh negara – negara maju.
  1. Gradual strategy.
Sedangkan pada gradual strategy, adopsi IFRS dilakukan secara bertahap. Strategi ini digunakan oleh negara – negara berkembang seperti Indonesia.
Permasalahan yang dihadapi dalam impementasi dan adopsi IFRS :
  • Translasi Standar Internasional
  • Ketidaksesuaian Standar Internasional dengan Hukum Nasional
  • Struktur dan Kompleksitas Standar Internasional
  • Frekuensi Perubahan dan Kompleksitas Standar Internasional Seperti contoh IFRS menekankan pada fair value dan meninggalkan historical value.
Sementara itu terdapat hambatan-hambatan konvergensi yang biasanya muncul atas beberapa isu akuntansi dan pelaporan keuangan seperti:
Ø  Pengakuan dan pengukuran:
  • financial assets and derivative financial instruments, 
  •  impairment losses, 
  • provisions, 
  • employee benefit liabilities, 
  •  income taxes;
Ø  Akuntansi Penggabungan Usaha
Ø  Pengungkapan atas:
  • related party transactions, 
  • segment information.
Lalu apa manfaat dari konvergensi ke IFRS itu sendiri ?
  • Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan Standar Akuntansi Keuangan yangdikenal secara internasional
  • Meningkatkan arus investasi dlobal melalui transparansi.
  • Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara global.
  • Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangane.
  • Meningkatkan kualitas laporan keuangan, dengan antara lain, mengurangi kesempatan untuk melakukan earning management.
Jadi intinya semua negara (termasuk Indonesia) mau tidak mau dan cepat atau lambat harus segera mengejar target konvergensi IFRS tersebut. Hal ini bertujuan agar negara kita dapat memasuki perekonomian internasional yang lebih luas, serta laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan Indonesia dapat diakui secara internasional. Dengan begitu, maka mempelajari standar akuntansi yang berstandar Internasional yaitu IFRS wajib hukumnya. Agar kita sendiri dapat bersaing dengan negara-negara lain yang sudah lebih dulu menggunakan IFRS. 
 
 
Sumber : http://bennyantoni.blogspot.com/

Future Value dan Present Value

Future Value (FV) digunakan untuk menghitung nilai investasi yang akan datang berdasarkan tingkat suku bunga dan angsuran yang tetap selama periode tertentu. Untuk menghitung FV bisa menggunakan fungsi fv() yang ada dimicrosoft excel. Ada lima parameter yang ada dalam fungsi fv(), yaitu :
  • Rate, tingkat suku bunga pada periode tertentu bisa per bulan ataupun per tahun.
  • Nper, jumlah angsuran yang dilakukan
  • Pmt, besar angsuran yang dibayarkan.
  • Pv, nilai saat ini yang akan dihitung nilai akan datangnya.
  • Type, jika bernilai 1 pembayaran dilakukan diawal periode, jika bernilai 0 pembayaran dilakukan diakhir periode.
Contoh 1:
Biaya masuk perguruan tinggi saat ini adalah Rp50.000.000, berapa biaya masuk perguruan tinggi 20 tahun yang akan datang, dengan asumsi pemerintah mampu mempertahankan inflasi satu digit, misal 8% per tahun, dengan menggunakan fungsi fv(), masukkan nilai untuk parameter-parameter yang ada sebagai berikut :
  • Rate = 8%
  • Nper = 20
  • Pmt = 0, tidak ada angsuran yang dikeluarkan tiap tahunnya
  • Pv = -50000000, minus sebagai tanda cashflow bahwa kita mengeluarkan uang
  • Type = 0
Dari masukan diatas maka akan didapat nilai 233,047,857.19 

Contoh 2:
Setiap bulan kita menabung dibank sebesar 250.000, saldo awal tabungan kita adalah 10.000.000, bunga bank pertahun 6%, dengan asumsi tidak ada potongan bunga dan biaya administrasi, berapa uang yang akan kita dapat 20 tahun yang akan datang?, dengan menggunakan fungsi fv(), masukkan nilai untuk parameter-parameter yang ada sebagai berikut :
  • Rate = 6%/12, dibagi 12 karena angsuran 250.000 dilakukan perbulan
  • Nper = 20×12 = 240, dikali 12 karena angsuran dilakukan per bulan
  • Pmt = -250000, nilai yang ditabungkan setiap bulan, minus sebagai tanda cashflow kita mengeluarkan uang
  • Pv = -50000000, minus sebagai tanda cashflow bahwa kita mengeluarkan uang
  • Type = 0
Dari masukan diatas maka akan didapat nilai 148,612,268.55
Yang perlu diperhatikan dalam penggunakan fungsi fv() adalah satuan untuk parameter rate, nper dan pmt haruslah sama, jika satuannya bulan maka harus bulan semua, jika ada yang bersatuan tahun maka harus dikonversi ke satuan bulan.

Present Value digunakan untuk untuk mengetahui nilai investasi sekarang dari suatu nilai dimasa datang. Untuk menghitung PV bisa menggunakan fungsi pv() yang ada dimicrosoft excel. Ada lima parameter yang ada dalam fungsi pv(), yaitu :
  • Rate, tingkat suku bunga pada periode tertentu bisa per bulan ataupun per tahun.
  • Nper, jumlah angsuran yang dilakukan.
  • Pmt, besar angsuran yang dibayarkan.
  • Fv, nilai akan datang yang akan dihitung nilai sekarangnya.
  • Type, jika bernilai 1 pembayaran dilakukan diawal periode, jika bernilai 0 pembayaran dilakukan diakhir periode.
Contoh :
Saat pensiun 25 tahun lagi saya ingin punya uang 1.000.000.000, berapakah nilai uang 1.000.000.000 saat ini, dengan asumsi pemerintah mampu mempertahankan inflasi satu digit, misal 8% per tahun, dengan menggunakan fungsi pv() masukkan nilai untuk parameter-parameter yang ada sebagai berikut :
  • Rate = 8%
  • Nper = 25
  • Pmt = 0, tidak ada angsuran yang dikeluarkan tiap tahunnya
  • Fv = 1000000000
  • Type = 0
Dari masukan diatas maka akan didapat nilai -146,017,904.91

Kenapa minus, sekali lagi itu sebagai tanda cash flow, untuk mendapatkan uang 1.000.000.000 25 tahun lagi maka saya harus mengeluarkan uang sebesar 146,017,904.91 saat ini atau dengan kata lain uang 1.000.000.000 25 tahun lagi sama nilainya dengan uang 146,017,904.91 saat ini, dengan asumsi inflasi konsisten sebesar 8% setiap tahun selama 25 tahun.

Sama halnya dengan fungsi fv(), fungsi pv() harus menggunakan satuan yang sama untuk parameter rate, nper dan pmt, jika bersatuan tahun maka harus tahun semua, jika ada yang bersatuan bulan maka harus dikonversi ke satuan tahun.



Sumber : adibmubarrok.com

Jumat, 13 April 2012

HARGA POKOK PRODUKSI & COGS

Akhirnya topic COST OF GOODS SOLD (COGS) bisa saya lanjutkan lagi setelah sempat diselingi oleh topic-topic yang lain, kali ini adalah HARGA POKOK PRODUKSI – COST OF GOODS SOLD untuk perusahaan manufaktur.

Perlu diketahui, mengenai Harga Pokok Penjualan untuk perusahaan manufaktur, scoop-nya sangat luas, meng-cover semua cost accounting (Akuntansi Biaya) mulai dari awal siklus hingga terbentuknya harga pokok penjualan. Obviously saya akan post di sini secara bertahap (baca: serial), jika tidak maka satu artikel mengenai harga pokok penjualan saja bisa menjadi giga article, yang page loadnya mungkin akan sangat lama. Tetapi jangan khawatir, kita akan lewati itu semua pelan-pelan, kita bahas satu persatu, bertahap tentunya.

Pada kesempatan kali ini kita akan bahas basicnya dahulu. Jangan under-estimate dahulu, basic is always the heart of the whole knowledge. Tanpa penguasaan dasar-dasarnya, saya khawatir akan membuat kebingungan (bahkan tersesat) ditengah jalan nanti.

Bagi rekan-rekan yang kebetulan saat ini sedang bekerja di perusahaan yang tanpa aktifitas produksi (non-manufacturer), mungkin perusahaan dagang, jasa, atau bahkan di koperasi, yayasan, LSM (NGO) atau bentuk organisasi nir-laba (non-profit organization), saya bisa mengerti jika anda tidak terlalu tertarik dengan topic ini. Tetapi saya ingin argue anda untuk tetap mengikutinya, kenapa?

Sebagai orang accounting (apalagi sarjana akuntansi), sungguh lucu jika anda tidak menguasai cost accounting (akuntansi biaya). Akuntansi biaya hampir mendominasi seluruh masalah di dalam akuntansi. Lagipula puncak career dari accounting adalah menjadi seorang CFO (Chief Financial Officer), atau mungkin menjadi partner di accounting firm (KAP), dan untuk mencapai jenjang itu harus menguasai semua masalah accounting (the whole circumstances and its all miscellaneous). Hanya karena saat ini anda tidak bekerja di perusahaan manufaktur (mungkin anda tidak akan pernah ingin bekerja di pabrik) trus anda jadi tidak menguasai cost accounting? “a-a, that is not cool”.

“Saya cuma pengen jadi konsultan pajak, asal saya menguasai akuntansi in general plus rajin-rajin mengikuti update peraturan/UU perpajakan, beres sudah”

Oh ya?, tahukah anda bahwa anak-anak STAN yang nota bena-nya calon pegawai pajak-pun mendalami cost accounting. Bagaimana bisa melakukaan assessment (pemeriksaan) pajak jika tidak menguasai cost accounting which is bagian terpenting dari aktivitas usaha manufaktur.

Sedikit mengenai perkembangan dunia konsultasi pajak (walaupun saya bukan konsultan pajak), dahulu, di era tahun 2000 ke bawah, iya konsultan pajak cukup menguasai undang-undang dan tehnis pelaksanaan perpajakan, bisa setting pajak menjadi lebih kecil. Iya sudah cukup ampuh, bahkan tidak sedikit yang berhasil creating wealth dari sana. Tetapi di tahun 2001 kebelakang ini, hmmm… sepertinya sudah tidak semudah itu lagi. Perpajakan semakin transparent, ruang seperti dulu makin sempit. So, konsultan yang dibutuhkan di era sekarang dan seterusnya adalah konsultan yang bisa membuat usaha menjadi effisien lebih profitable dan menguasai perpajakan in the same time. Masalah pajak bagaimana?, itu sudah ada aturannya, tidak perlu trick untuk itu, anda tidak perlu jadi ahli pajak untuk bisa mengikuti aturan perpajakan. Jikapun mengelami proses pemeriksaan pajak yang berliku-liku proposed or un-proposed), toh pada akhirnya yang berlaku adalah substansi hukum pajaknya. Bukan trick-trick-nya, bukan brabe-nya, bukan juga black mailing-nya. Setidaknya itulah point view saya.

Ok, saya rasa cukup preamble -nya, sekarang kita ke topic-nya.


Harga Pokok Produksi (Manufacturing/Production Cost)

Ada 3 (tiga) hal yang obviously membedakan HPP (COGS) manufaktur dengan bentuk-bentuk usaha lainnya, antara lain:

[-]. Adanya “Bahan Baku” (Raw Material) yang di dalamnya termasuk juga bahan penolong atau bahan pembantu atau apalah istilahnya lagi.

[-]. Adanya “Barang Dalam Proses” (Work In Process).

[-]. "Tenaga Kerja Langsung" (Direct Labor) biasanya dapat dibebankan dengan sempurna

[-]. Adanya Depreciation Cost atas penggunaan mesin dan peralatan produksi lainnya yang masuk dalam kelompok Overhead Cost/Indirect Cost.

Akumulasi dari ke-empat elemen cost tadi disebut dengan harga pokok produksi (Manufacturing Cost/Production Cost).

A question: “Mengapa Inventory tidak termasuk ke dalam harga pokok produksi?

Inventory atau persediaan barang jadi (merchandize) adalah persediaan yang sudah tidak melalui proses produksi lagi, tidak melalui pengolahan lagi. Artinya, pada saat persediaan diakui sebagai persediaan barang jadi (inventory), maka sudah tidak diperlukan penglohan lagi Jikapun barang masih harus melalui proses pengemasan (packaging), proses tersebut tidaklah membuat barang jadi menjadi bertambah (meningkat) fungsionalnya. Artinya, tanpa dikemaspun sesungguhnya barang tersebut sudah dapat berfungsi sebagaimana yang seharusnya.

Misalnya: Barang jadi sepatu, tanpa di masukkan ke delam carton box, sepatu sudah befungsi sebagmana layaknya fungsi sepatu.

Bagaimana dengan bottling & pengalengan?

Bottling ataupun pengelengan dan proses-proses pengemasan lain untuk barang yang tidak wajar dijual dalam keadaan tidak terbungkus, maka proses packaging maupun bahan packing-nya digolongankan kedalam bahan baku.

Misalnya: Beer.

Botol maupun proses memasukkan cairan beer ke dalam botolnya hingga botolnya di tutup, adalah direct cost bukan indirect cost. Sedangkan carton box dan proses memasukkan botol beer ke dalam carton box hingga carton box di seal-tape, adalah indirect cost.

Dari penjelasan di atas maka production cost dapat dihitung dengan menjumlahkan ke-empat unsur cost diatas:

Harga Pokok Produksi (Production/Manufacturing Cost):

Raw Material Usage+Work In Process Usage+ Direct Labour Cost+Overhead Cost

dimana :

* Raw Material Usage dihitung dengan :
Opening Balance + Purchase – Closing Balance

* Work In Process dihitung dengan:
Opening Balance – Closing Balance

* Direct Labor Cost = Upah buruh dan tenaga kerja harian di produksi

*Over Head Cost : Indirect cost yang terkait dengan production activity.


Kaitan Harga Pokok Produksi dengan Harga Pokok Penjualan

Harga Pokok Penjualan :

Inventory Usage + Production Cost

So, production cost adalah salah satu elemen dari Harga Pokok Penjualan usaha manufaktur.

Catatan :

Proses pembentukan harga pokok produksi dan harga pokok penjualan pada perusahaan manufactur mengalami transformasi seiring dengan proses pembentukan barang (product), ada siklusnya. Disinilah biasanya cost accounting menjadi bagian yang sulit untuk dipahami. Nanti akan kita bahas di posting-posting berikutnya.


Sumber : http://putra-finance-accounting-taxation.blogspot.com/

HARGA POKOK PENJUALAN (COGS) – Usaha Dagang (Trading)

Sekarang kita memasuki Harga Pokok Penjulana (COGS) untuk Usaha Dagang (Trading). Di artikel ini akan dibahas mengenai alur, jurnal, perhitungan, dan pelaporan Harga Pokok Penjualan (COGS). Inventory Valuation akan menjadi salah satu topic penting. Kajian perpajakan terkait dengan COGS akan menjadi penutup artikel ini.


Seperti telah disebutkan pada artikel sebelumnya: Harga Pokok Penjualan (COGS) – Basic, bahwa untuk usah dagang (trading), entah itu wholesaler maupun retailer, perhitungan harga pokok penjualannya lebih sederhana dibandingkan dengan usaha manufaktur (Industry), namun demikian usaha dagang memiliki characteristic yang khas, antara lain :

[-]. Tidak menggunakan mesin produksi, oleh karenanya tidak akan ada depreciation cost atas mesin. Mungkin ada depreciation cost atas peralatan. Misal : peralatan vacuum untuk packing.

[-]. Tidak ada Tenaga Kerja Langsung (Direct Labor Cost), jikapun ada tenaga kerja yang terlibat dalam membawa barang tersebut menjadi siap untuk dijual, cost-nya sulit untuk dialokasikan sebagai Upah Tenaga Kerja Langsung (Direct Labor Cost), oleh karenanya upah tenaga kerja seperti ini biasanya dibebankan sebagai bagian dari “Overhead Cost” i.e.: Ongkos packing.

[-]. Cost perusahaan dagang siklusnya lebih pendek.

[-]. Menjadi masalah tersendiri bagi perusahaan dagang yang menjual barang yang relative sama dalam jenis, ukuran dan kwalitas, oleh karenanya diperlukan penerapan methode tertentu untuk menilai barang persediaannya (Inventory Valuation) yang tentunya juga akan berpengaruh langsung terhadap pembebanan inventory cost-nya.


Struktur Harga Pokok Penjualan (COGS) Usaha Dagang

Harga Pokok Penjualan usaha dagang terdiri dari 2 kelompok besar yaitu: Persediaan Barang (Inventory ) dan Overhead saja.

A. Inventory :

Adalah persediaan barang dagangan yang diperoleh dari sisa persediaan periode sebelumnya yang dalam akuntansi kita sebut sebagai saldo awal persediaan (opening balance) ditambah dengan pembelian pada periode yang sama, dikurangi dengan sisa persediaan di akhir periode (Saldo Akhir = Closing Balance), itulah inventory Cost yang dibebankan sebagai Harga Pokok Penjualan.

Jika kita konstruksi,maka struktur lengkap inventory-nya akan seperti dibawah ini:

A.1. Opening Balance

A.2. Purchase:
A.2.a. Purchase
A.2.b. Freight In
A.2.c. Discount
A.2.d. Return

A.3. Sales

A.4. Closing Balance


B. Overhead:

Elemen HPP (COGS) usaha dagang yang kedua adalah overhead, yaitu cost yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap harga pokok penjualan, berikut adalah overhead cost yang biasa muncul pada usaha dagang:

B.1. Packing
B.2. Warehousing
B.3. Freight Out

Akumulasi semua element cost diatas itulah Total Harga Pokok Penjualan usaha dagang.

Detail dari masing-masing elemen di atas akan kita bahas pada sub-topic berikut ini.


Alur, Siklus Transaksi dan Jurnalnya

Seperti telah disampaikan sebelumnya bahwa elemen COGS perusahaan dagang terdiri dari kelompok besar yaitu: Inventory dan Overhead Cost.

Alur dan siklus Transaksi Inventory Cost:

Setiap proses akuntansi yang terkait dengan Neraca selalu berawal dari: Neraca berupa saldo awal (Opening Balance), dilanjutkan dengan Current Activities (Transaksi Debit [minus] Transaksi Credit), yang pada akhirnya akan bermuara ke Neraca kembali berupa saldo akhir (Closing Balance).

Demikian halnya dengan Inventory, Inventory adalah bagian dari Neraca. Maka alur inventory juga berawal dari saldo awal inventory, selanjutnya:

Jika terjadi pembelian barang dagangan, maka saldo inventory akan bertambah juga.

Jurnalnya:

[Debit]. Inventory à Menambah saldo inventory di Neraca
[Credit]. Cash / Utang à Mengurangi saldo Kas di Neraca

Dan jika terjadi penjualan barang dagangan , maka saldo inventory akan berkurang. Pada saat terjadi penjualan inilah Inventory Cost diakui:

Jurnalnya:

[Debit]. Cost of Goods Sold à Menambah Saldo COGS di Laba Rugi
[Credit]. Inventory à Mengurangi saldo Inventory di Neraca

Catatan: COGS adalah cost yang akan menjadi faktor pengurang Laba, seperti kita ketahui Laba adalah element Neraca. Berkurangnya inventory pada aktiva di seimbangkan oleh berkurangnya laba pada pasiva. Sehingga Neraca akan tetap dalam kondisi balance.

Karena ini transaksi penjualan, maka penjualan diakui di saat yang sama

Jurnalnya:

[Debit]. Cash/Piutang à Menambah Saldo Cash atau Piutang di Neraca
[Credit]. Sales à Menambah saldo penjualan di Laba Rugi

Catatan: Sales adalah revenue yang akan menjadi faktor penambah Laba, Laba adalah element Neraca. Berkurangnya Cash/Piutang pada aktiva di seimbangkan oleh bertambahnya laba pada pasiva.

Jika kita gambarkan dalam bentuk diagram, maka alur transaksi harga pokok penjualan akan menjadi seperti dibawah ini:



Perhitungan COGS Usaha Dagang

Perhitungan Harga Pokok Penjualan usaha dagang sederhana saja :

HPP (COGS) = Inventory Cost + Overhead

Inventory Cost :
Opening Balance + Purchase - Closing Balance

Purchase:
Purchase + Freight In – Discount - Return


Case:

UD. Sinar Kasih, pedagang kain di Pasar Tanah Abang , pada tanggal 01 Maret memiliki persediaan kain dengan nilai Rp 1,000,000,- Selama bulan Maret UD. Sinar Kasih, untuk bisa melayani semua pesanan dan penjualan, UD Sinar Kasih membeli kain dari Bandung senilai Rp 48,000,000 ditambah ongkos kirim sebanyak Rp 1,000,000. Selama bulan Maret UD Sinar kasih berhasil melakukan penjualan sebesar Rp 65,000,000. pada tanggal 31 Maret UD. Sinar Kasih membayar Listrik Rp 350,000, PAM Rp 50,000, Sewa toko Rp 10,000,000, Gaji pegawai toko Rp 800,000 dan ongkos kirim barang ke pelanggan sebesar Rp 500,000. Setelah dihitung fisik kainnya, diketahui saldo akhir persediaan kain adalah Rp 300,000 saja.

Problems:

[1]. Berapa Harga Pokok Penjualan UD Sinar Kasih untuk periode Maret?
[2]. Berapa Laba Kotor UD. Sinar Kasih untuk Maret?


Solving:

[1]. Harga Pokok Penjualan:

HPP = Inventory Cost + Overhead

Inventory Cost = Opening Balance + Purchase – Closing Balance
Inventory Cost = 1,000,000 + (48,000,000+1,000,000) – 300,000
Inventory Cost = 49,700,000

Overhead Cost :
Apakah listrik termasuk? Tidak karena berapapun jumlah transaksi biaya listrik tetap
Apakah PAM termasuk? Tidak
Sewa Toko termasuk? Tidak
Gaji pegawai toko termasuk? Tidak
Ongkos kirim kain ke pelanggan? Termasuk, Rp 500,000

Overhead Cost = Rp 500,000

Harga Pokok Penjualan = Rp 49,700,000 + 500,000 = Rp 50,200,000

[2]. Laba Kotor : Sales – Harga Pokok Penjualan

Laba Kotor = Rp 65,000,000 – 50,200,000 = Rp 14,800,000,-

Mudah bukan?

Begitulah typically contoh kasus yang biasa kita jumpai, semudah itu.

Pernahkah berpikir: Darimana Saldo Akhir persediaan sebesar Rp 300,000 ribu di atas diperoleh?. Ini kuncinya!


Inventory Valuation & Penentuan COGS

Menilai persediaan barang gampang-gampang susah.

Gampangnya?
Kalau barang tersebut sifatnya unique (berbeda antara barang yang satu dengan yang lainnya, dari: harganya, ukuran, kwalitas, warna, unit price) tentu mudah untuk kita manage, apalagi jika barangnya sedikit. Tinggal pasang sticker/hanging tag pada masing-masing barang (per batch), isi specification & unit price di masing-masing sticker. Trus di akhir periode lakukan PHYSICAL COUNT…. Bang ! dapat sudah. Itu namanya menggunakan PHYSICAL COUNT METHOD.
Susahnya?

Bagaimana jika barangnya tunggal, dan tidak unique, fisiknya semua sama, warna sama, bentuk sama, ukuran sama, kwalitas juga sama atau relative sama, yang dijual barang itu-itu saja dari periode ke periode, tetapi harga belinya variatif, beda-beda, harga jualpun beda-beda tentunya. Bagaimana menghitungnya? Begaimana menentukan Inventory-nya, Bagaimana menentukan Inventory Cost-nya?. Bukankah harga beli diketahui, seharusnya bisa menentukan berapa inventory costnya. Tetapi kadang-kadang sisa barang 2 hari yang lalu harganya Rp 5/biji sebanyak 5 biji, trus tadi beli sebanyak 10 biji harganya Rp 6, sementara tadi laku 11 biji. Trus harga pokoknya dihitung berapa? Rp 5/biji atau Rp 6 per biji?.

Okay, kita punya 3 pilihan methode untuk menentukan Harga Pokok sekaligus nilai persediaan di akhir periode nanti, yaitu:

[1]. Average Method
[2]. FIFO Method
[3]. LIFO Method

Case:
UD. Cahaya Murni adalah toko yang menjual gula tebu. Pada tanggal 01 Maret diketahui Jumlah persediaan sebanyak 100 Kg, dengan nilai Rp 300,000. Dan dari buku catatan nampak transaksi seperti dibawah ini:

Jika kita summarize maka menjadi:

Problem:

Berapa Inventory Cost UD. Cahaya Murni di akhir periode Maret?
Berapa Nilai Persediaan UD. Cahaya Murni di akhir periode Maret?
Berapa Laba Kotor UD. Cahaya Murni jika tidak ada Overhead Cost?

Seperti saya sebutkan di atas, bahwa persediaan type ini dapat kita ukur hitung dengan menggunakan 3 methode. Kita akan coba hitung dengan menggunakan masing-masing methode di atas:


[1]. Metode Rata-rata (Average Method)

Harga Pokok (Inventory Cost) Barang yang terjual per unit-nya ditentukan dengan menjumlahkan saldo awal dengan nilai pembelian, lalu dibagi dengan Quantity saldo akhir ditambah dengan Quantity barang yang dibeli. Formulasinya:

HPP/Unit = (Rp Saldo awal + Rp Pembelian) : (Qty Saldo Awal + Qty pembelian)

Total HPP terjual = HPP/Unit x Qty terjual

Saldo Akhir = Saldo Awal + Pembelian - Penjualan

Pada contoh kasus di atas:

HPP/Unit penjualan 01-Mar:

HPP/Unit = (Rp 300,000+0) : (100+0)
HPP/Unit = Rp 300,000 : 100 = Rp 3,000,-

Total HPP terjual = Rp 3,000 x 40 = Rp 120,000

Saldo Akhir = Rp 300,000 + 0 – 120,000 = Rp 180,000

Demikian setrusnya hingga akhir periode.

Jika saya teruskan semua transaksi maka tabelnya akan seperti dibawah ini:

Catatan : Perhatikan summary
COGS = Rp 396,565
Closing Balance = Rp 206,435

Kita uji dengan rumus:
Closing Balance = Opening Balance + Purchase - COGS
Closing Balance = 300,000 + 303,000 - 396,565
Closing Balance = Rp 206,435,-


[2]. FIFO Method

FIFO acronym dari “First In First Out” maksudnya, barang yang masuk duluanlah yang dijual terlebih dahulu.

Transaksi 1 Maret:
Karena barang yang ada hanya saldo awal 100 kg, maka yang dijual sebanyak 40 kg menggunakan unit cost saldo awalnya = 300,000 : 100 = Rp 3,000
Total HPP 1 Maret = Rp 3,000 x 40 kg = Rp 120,000
Closing Balance = Rp 300,000 – 120,000 = Rp 180,000

Transaksi 10 Mar:
Pembelian 30 kg seharga Rp 3,100/kg, total pembelian = Rp 93,000,-
Terjual 65 kg, menggunakan unit cost yang mana?
Karena tanggal 1 Mar sudah laku 40 kg, maka sisa barang yang menggunakan unit price sebelumnya tinggal 60 kg, tidak cukup untuk menutup penjualan yang 65 kg, maka:
60 kg menggunakan unit price Rp 3,000
5 kg menggunakan unit price Rp 3,100

Total HPP 10 Maret:
60 x 3,000 = 180,000
5 x 3,100 = 15,500
----------------------- (+)
Total HPP = 195,500,-
Jika dimasukkan ke dalam table maka akan menjadi seperti dibawah ini:

Catatan : Perhatikan juga summary
Jika mau uji, silahkan gunakan formula COGS seperti yang saya lakukan di average method.

[3]. LIFO Method

LIFO stand for “Last In First Out”. Maksudnya “Barang yang masuk belakangan dijual terlebih dahulu”. Kedengarannya aneh. Memang aneh karena cara ini akan membuat HPP menjadi tidak realistic. Pikirkan, cost yang dibebankan menggunakan cost dari pembelian terakhir, tanpa memperhitungkan adanya kemungkinan barang yang terjual tercampur antara persediaan yang menggunakan harga lama ditambah dengan barang baru dengan harga baru. Di negara luar (misalnya USA) methode ini sangat tidak dianjurkan, bahkan dianggap praktek illegal, jikapun ada yang mengguanakan methode ini, maka akan diawasi sangat ketat oleh pemerintahnya.

Ok, kita coba hitung dengan methode ini seperti apa hasilnya?

Transaksi tanggal 01 maret bisa kita ketahui hasilnya akan sama dengan methode yang lainnya, so tidak perlu kita coba.

Langsung ke transaksi tanggal 10 Maret:

Saldo awal 60 kg dengan unit cost 3,000
Pembelian 30 kg seharga Rp 3,100/kg, total pembelian = Rp 93,000,-
Terjual 65 kg, menggunakan unit cost yang mana?

Sesuai konsepnya: Last In First Out, maka:
30 kg x Rp 3,100 = 93,000
35 kg x Rp 3,000 = 105,000
---------------------------- (+)
Total HPP = 198,000,-

Tabelnya menjadi seperti ini:
Catatan: Perhatikan juga summary-nya


Kesimpulan :

Menggunakan masing-masing method di atas hasilnya (perhatikan summary di masing-masing tabel):

Opening Balance tetap sama :
Qty = 100 kg, Rp 300,000

Purchase tetap sama :
Qty = 95 kg, Rp 303,000

COGS quantity sama 135 kg, tapi value-nya berbeda:
Average = 396,565
FIFO = 393,000
LIFO = 398,000

Closing Balance, Qty sama 65 kg, tetapi value berbeda-beda:
Average = 206,435
FIFO = 210,000
LIFO = 205,000


Kajian Perpajakan

COGS atau Harga Pokok Penjualan adalah vital dalam perhitungan pajak, tinggi rendahnya PPh sangat dipengaruhi oleh Harga Pokok Penjualan. Untuk nilai penjualan yang sama, semakin tinggi Harga Pokok Penjualannya, maka semakin rendahlah labanya, sudah tentu pajaknya juga akan makin rendah, and vice versa.

Hal-hal yang perlu diperhatikan:

[1]. Freight: freight adalah elemen COGS, pengakuan biaya freight harus sesuai.

[2]. Discount & Return atas pembelian :

Perhitungkanlah discount dengan semestinya. Lupa memperhitungkan discount akan mengakibatkan pembebanan COGS menjadi lebih besar dari yang seharusnya, jika tidak ketahuan oleh Ditjend pajak, tentu itu bagus, artinya COGS lebih tinggi, artinya laba lebih rendah, pajak lebih rendah. Tetapi jika ketahuan, maka ini akan menjadi koreksi saat pemeriksaan.


[3]. Metode Penentuan HPP & Inventory Valuation.

Jika kita perhatikan dari kesimpulan di atas, jelas bisa kita lihat bahwa menggunakan LIFO method akan menghasilkan COGS paling tinggi. Mengapa? Karena trend harga pembelian terus meningkat. Ingat konsep LIFO, unit cost yang dipakai sebagai dasar penghitung HPP adalah harga pembelian yang the most recent (terkini?). Kita tahu di negara kita tercinta ini Inflasi cenderung meningkat dari bulan ke bulan and tahun ke tahun. Kejadian harga turun adalah langka. Menggunakan LIFO method akan menghasilkan PPh paling rendah!

COGS tertinggi berikutnya adalah “Average Method, hampir mendekati LIFO, hanya saja value yang diambil adalah nilai tengahnya.

FIFO, adalah yang paling rendah COGS-nya. Sekaligus yang paling realistic.

Apakah anda akan beralih ke LIFO?

Apapun methode yang anda gunakan boleh saja, sepanjang anda terapkan secara CONSITANT.

Apakah masih mau memakai LIFO? Untuk mengurangi PPh? Mau?.


Reveal this (anggap ini PR)!!!:

Menggunakan LIFO, disatu sisi COGS anda saat ini akan menjadi tinggi, so anggaplah PPH menjadi lebih rendah dibandingkan 2 method lainnya. Ingat formula COGS?

COGS = Saldo Awal + Purchase – Saldo Akhir

Saldo Akhir periode lalu adalah saldo awal periode sekarang, so….?
Saldo Akhir periode sekarang adalah saldo awal periode yang akan datang bukan?.

Jika COGS periode sekarang lebih tinggi, maka saldo akhir akan menjadi lebih rendah bukan?, then? Artinya saldo awal periode yang akan datang menjadi lebih rendah dari yang seharusnya bukan?. Untuk purchase yang sama, COGS yang sama, tetapi saldo awalnya lebih rendah dari yang seharusnya, apakah yang akan terjadi?, COGS jadi lebih rendah juga!. So? COGS sekarang memang lebih tinggi, tetapi tahun depan?. Lebih rendah dari yang seharusnya bukan? Bukan? Perlu pengujian yang lebih jauh dan detail. Ada yang berminat untuk mengotak-atiknya selepas kerja? Daripada nonton sinetron… :P

Okay, kalau saya ada cukup waktu PASTI akan saya uji lebih jauh tentang hal ini.
Have a bright day!


Sumber : http://putra-finance-accounting-taxation.blogspot.com/