BOGOR-KITA.com - Bagi sebagian orang, tak perlu menyelusup jauh ke dalam. Menelusuri beberapa tempat yang saling berdekatan di Kota Bogor saja sudah cukup mengesankan. Inilah yang dialami Veronika. Rute perjalannyanya hanya di sekitar Gereja Zebaoth, Kebon Raya Bogor, Kelenteng dan Stasiun Bogor. Tetapi apa yang dilihat dan dirasakannya seolah tak pernah habis untuk dikisahkan. -Redaksi
Hari semakin siang, perjalanan dilanjutkan menuju sebuah gereja protestan dari Bakorwil. Kami menyeberangi Jalan Juanda lalu berjalan kaki di sepanjang trotoar sambil melihat keindahan Istana Bogor dengan halamannya yang luas serta rusa-rusa tutulnya. Ada rusa yang menempel pada pagar pembatas. Lucu sekali rusanya, kulit warnanya coklat berbintik putih dan jinak. Setelah berpanas-panasan di jalan, sampailah di Gereja Ayam atau Gereja Zebaoth. Kami diterima oleh salah satu penatua Gereja Zebaoth yakni Bapak Feri. Kayaknya sih saya lebih pantas menyebutnya Opa hehe.. logatnya seperti orang Timur. Beliau menjamu kami dengan makan dan minum serta sedikit menjelaskan tentang Gereja Zebaoth.
Sebelum adanya Gereja Zebaoth dan Katedral, awal mulanya umat Kristen Protestan dan Katolik di Kota Buitenzorg atau Bogor mengadakan ibadat oekumene di sebuah tempat yang sekarang menjadi Kantor Pos. Lokasinya persis di sebelah pintu masuk kedua Kebun Raya Bogor. Gereja Zebaoth sendiri didirikan pada tahun 1950. Zebaoth sendiri mempunyai arti “bala tentara”. Bangunan gerejanya didominasi warna coklat tua dan serupa dengan Gereja Pniel atau Gereja Ayam yang ada di Pasar Baru.
Kenapa dinamakan ayam? Karena selain di puncak menara gereja ada symbol ayam jago ternyata juga dimaksudkan agar setiap umat diharapkan tetap sadar dan tetap setia kepada Tuhan. Dahulunya gereja ini memakai bahasa belanda di dalam kebaktiannya. Oleh sebab itu gereja ayam ini juga disebut gereja belanda. Kemudian pada tahun 1963 tidak lagi memakai bahasa belanda sesuai keputusan dari pimpinan pusat GPIB (Gereja Protestan Indonesi bagian Barat ). Dan menurut Bapak Feri setelah kemerdekaan, seluruh bangunan gereja protestan diserahkan dan di bawah pengawasan GPIB pusat. Sementara umat Katholik membangun Kathedral di seberangnya.
Interior di dalam gereja juga serupa dengan Gereja Pniel. Atap gereja yang tinggi terbuat dari kayu dan melengkung, ada balkon yang digunakan sebagai tempat paduan suara, bangku-bangku umat yang tebuat dari kayu, podium dengan salib besar di atasnya. Namun tidak ada gambar ayam seperti yang ada pada Gereja Pniel Jakarta. Kalau di Gereja Zebaoth jendela kacanya dari nako dan memanjang. Menurut Bapak Feri lagi, bagian luar bangunan telah direnovasi atas prakarsa dari Bapak Radius Prawiro mantan menteri. Umatnya mencapai 1.500 kepala keluarga dan mempunyai jadwal kebaktian setiap hari Minggu Pukul 06.00 WIB - 09.00 WIB dan Pukul 16.30 WIB - 19.00 WIB.
Akhirnya perjalanan memasuki Kebon Raya Bogor. Tiket masuknya Rp 9.500 per orang, namun peserta tidak usah membayar lagi hanya tinggal menunjukkan ID peserta kepada panitia dan penjaga karcis pintu II yang jalan masuknya hanya cukup dilewati satu orang. Setelah pintu masuk ada sebuah peta yang membantu pengujung di Kebon Raya. Dari pintu masuk atau peta yang dipajang di pinggir jalan itu, kami belok ke kiri melewati hutan bambu. Ada sebuah informasi mengenai batang bambu yang dipasang di pinggir jalan. Kemudian melewati jalan setapak yang ada pohon besarnya, baru sampailah di sebuah lokasi pemakaman Belanda.
Masih tampak beberapa batu nisan besar-besar, ada beberapa tulisan nama dan relief, namun sudah banyak yang berlumut juga terkesan menyeramkan. Dari sebuah informasi yang di pasang di depan makam, disebutkan bahwa pemakaman ini sudah ada sebelum Kebon Raya didirikan tahun 1817. Di dalamnya terdapat 42 makam, 38 di antaranya dikenal, sisanya tidak dikenal. Kebanyakan yang dimakamkan adalah masih kerabat dekat dari Gubernur Jendral Hindia Belanda.
Dari pemakaman perjalanan dilanjutkan melewati sebuah jalan kecil dikelilingi hutan bambu sampai menemukan jalan yang membawa kami ke tepi danau untuk melihat kemegahan Istana Bogor dari kejauhan. Karena hanya pada hari Senin - Jum’at saja diperkenankan masuk ke dalam, kami hanya menikmatinya dari seberang danau saja. Istana Bogor bentuknya seperti Istana Negara yang ada di Jakarta Ciri khasnya tiang-tiang besar seperti yang ada di kantor Balaikota. Namun di atap Istana Bogor terlihat ada sebuah kubah seperti yang ada di museum sejarah Fatahillah. Kompleks Istana bogor pun dikelilingi halaman yang luas berwarna hijau. Tak jauh dari tempat kami, terdapat sebuah prasasti dari gubernur jendral yang mendirikan Kebon Raya Bogor. Pengujung Kebon Raya kebanyakan adalah keluarga yang sedang menghabiskan waktu dengan berpiknik.
Setelah berfoto berdasarkan kelompoknya, perjalanan dilanjutkan menuju museum zoology. Museum zoology letaknya sebelah kiri dari pintu gerbang utama kebon raya. Begitu kaki melangkah memasuki jalan menuju museum, di sebelah kiri ada sebuah bangunan kaca yang menjual bibit - bibit tanaman, ada juga pohon yang rindang dan halaman yang sangat luas. Kami berjalan terus sampai menemukan sebuah bangunan tua yang bernama Treub Laboratorium, lalu belok kiri mengikuti arah tanda jalan yang ada di pertigaan menuju museum. Beberapa meter dari penunjuk arah jalan, sudah terlihat museum zoology.
Hari sudah siang ketika saya dan teman-teman peserta jelajah kota tua sampai di museum zoology. Waktunya untuk makan siang. Ternyata makan siang sudah tersedia di halaman gedung bidang mikrobiologi yang menghadap jalan raya. Dua tempat hidangan yang disediakan oleh panitia untuk makan siang kami dengan menu yang sama. Menu makan siang kami adalah nasi, sayur asem, ikan mujair, tempe goreng, urap, lalapan dan sambel serta beberapa tandan pisang yang digantung pada sebuah kayu. Hmm menu yang menyegarkan buat saya dan menarik seperti suasana pedesaan walaupun hanya beralaskan terpal di atas rumput..
Perjalanan dilanjutkan. Saya masuk ke dalam museum zoology. Di sebelah kiri pintu masuk terdapat denah dari beberapa ruangan yang terdapat dalam museum. Begitu di dalam yang terlihat pertama adalah sebuah kerangka hewan yang dipajang menghadap pintu masuk. Ke sebalah kiri memasuki ruangan aneka satwa unggas dan burung. Kalau ke sebelah kanan adalah ruangan aneka satwa primata, hewan pengerat, serta ada seekor badak di dalam kaca. Upps saya kaget begitu melihat melihat ke atas dari pintu ruangan ini, banyak sekali kepala hewan yang di pajang di dinding, ada kepala rusa, gajah, badak entah hewan apalagi. Keluar dari ruangan mamalia, ke ruangan di sebelah kanannya, saya memasuki sebuah ruangan yang memajang berbagai jenis ular, ikan-ikan, penyu, dan ada juga kepiting raksasa. Ada juga ruangan yang isinya memajang kupu-kupu, kerang, dan aneka hewan moluska dan ikan-ikan laut yang ada di Indonesia. Lengkap sekali.
Keluar dari museum pun akan melihat sebuah kerangka dari ikan paus biru yang pernah terdampar di Priangan Selatan pada tahun 1916 yang panjangnya mencapai 27,25 meter dengan berat sekitar 119,000 kg dan bobot kerangka 64,000 kg.. Woow luar biasa! Di kerangka ekor ikan paus biru terdapat informasi dan penjelasan tentang ikan mamalia yang lain seperti lumba-lumba, pesut, dsbnya. Museum zoology buka setiap hari dari pukul 08.00 WIB - 17.00 WIB sedangkan Jumat tutup dari jam 11.00 WIB - 13.00 WIB
Dari museum perjalanan jelajah kota tua di Kota Bogor berakhir di sebuah kelenteng tertua di Kota Bogor. Namun ada beberapa peserta yang tidak melanjutkan perjalanan. Mereka memilih pulang lebih awal. Saya dan beberapa teman melanjutkan perjalanan menuju pintu gerbang utama atau pintu masuk satu Kebon Raya Bogor. Kami keluar dari pintu satu. Pintu gerbangnya masih terlihat sama seperti pada waktu pertama kali didirikan seperti slide foto yang ditampilkan Bapak Natshar sewaktu menjelaskan Kebun Raya Bogor di Hotel Salak The Heritage. Gerbangnya berwarna putih, di tengahnya ada patung manusia namun berwajah gajah dan bertangan empat seperti dewa wisnu. Di atas masing-masing gerbangnya yang seperti nisan belanda, ada benda bentuknya seperti piala. Di tengah-tengah gerbang tertulis "Pintu Kebun Raya Bogor - Pintu 1."
Dari Kebon Raya Bogor, kami menyeberangi Jalan Suryakencana lewat pasar yang ramai. Persis di sebelah Gedung Robinson ada sebuah kelenteng yang dari pintu gerbangnya tertulis Vihara Dhanagun. Pukul setengah tiga sore kami tiba di sini. Begitu masuk di sebelah kiri ada lukisan atau relief pada tembok tentang seorang guru dan ketiga muridnya yang mencari kitab suci yang lebih dikenal dalam cerita Kera Sakti. Jika diperhatikan, pada atap pintu masuk ke kelenteng bahkan di setiap keleteng yang pernah saya datangi pasti ada sepasang naga yang saling berhadapan dan di tengah-tengah naga itu ada sebuah benda yang kecil dan dilingkari seperti gambaran cahaya matahari.
Di sini saya baru mengetahui bahwa itu maksudnya adalah dua naga itu menjaga mustika supaya terciptanya suatu kedamaian, karena diharapkan adanya damai di muka bumi ini. Replika atau ukiran symbol dua naga yang menjaga mustika ini juga terdapat pada altar persembahan yang berada di pintu masuk kelenteng yang berwarna coklat.
Perjalanan berakhir dengan belanja. Setelah itu kembali menuju Stasiun Bogor. Pedagang cinderamata memang banyak di sepanjang jalan. Namun saya dan lainnya memilih ke Stasiun Bogor saja dengan berjalan kaki. Sore hari yang cerah juga terik membuat pemandangan Gunung Salak terlihat jelas dan sangat cantik. Namun sayang battery camera saya sudah habis jadinya tidak bisa mengabadikannya. Terus terang pegel banget jalan kaki mengelilingi Kota Bogor. Kami melewati Gereja Kathedral juga Taman Kopi. Kami sempatkan diri berfoto di depan katedral yang sudah sepi dari parkiran mobil. Sayang sekali tidak bisa masuk ke dalam. Sampai di Stasiun Bogor, kami dibagikan tiket kereta AC Ekonomi untuk perjalanan pulang.
Berakhirlah perjalanan jelajah kota tua di stasiun kota walaupun beberapa teman sudah turun di beberapa stasiun sebelum stasiun kota. Lelah sekaligus menyenangkan ke Bogor, setidaknya dari perjalanan sejarah ini, saya sedikit banyak mengetahui ternyata jika kita memahami sedikit saja sejarahnya, maka setiap tempat menjadi tempat menarik di Kota Bogor.
Sumber : http://www.bogor-kita.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar