Buku pertama yang membuat Locke termasyhur adalah An Essay Concerning Human Understanding (Esai tentang saling pengertian manusia) yang terbit pada tahun 1690. Pada buku tersebut, Locke membicarakan tentang asal-usul, hakikat, dan keterbatasan pengetahuan manusia. Pikiran-pikiran Locke mempengaruhi filsuf-filsuf seperti Pendeta George Berkeley, David Hume, dan Immanuel Kant. Meskipun buku itu adalah hasil karya Locke yang paling orisinil dan merupakan salah satu dari filosofi klasik yang termasyhur, pengaruhnya tidak sebesar tulisan-tulisan Locke yang menyangkut masalah politik. John Locke adalah filsuf pertama yang menghimpun secara terpadu gagasan dasar konstitusi demokratis. Pikiran-pikirannya mempunyai pengaruh kuat terhadap para pendiri Republik Amerika Serikat, gerakan revolusi Perancis, dan pada akhirnya juga mempunyai pengaruh terhadap Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia adalah salah satu negara yang sistem pemerintahannya berkiblat pada sistem pemerintahan Amerika Serikat meskipun ada perbedaan dalam penamaan lembaga pemerintahan dan sistem kerjanya. Jadi, secara implisit sebenarnya Indonesia juga menggunakan pikiran Locke dalam penyelenggaraan negaranya.
Dalam bukunya yang berjudul A Letter Concerning Toleration
(Masalah yang berkaitan dengan toleransi) yang terbit tahun 1689, Locke
menekankan bahwa negara tidak boleh ikut campur terlalu banyak dalam hal
kebebasan menjalankan ibadah menurut kepercayaan agama masing-masing.
Locke bukanlah orang Inggris pertama yang mengusulkan adanya toleransi
agama dari semua sekte Protestan. Tetapi argumen kuat yang
dilontarkannya tentang keberpihakkan pada perlunya ada toleransi
merupakan faktor dukungan penduduk terhadap sikap pandangannya. Lebih
dari itu, Locke mengembangkan prinsip toleransinya kepada golongan
non-Kristen, baik penganut kepercayaan primitif, Islam, atau Yahudi.
Dimana golongan-golongan tersebut tidak boleh dikurangi hak-hak sipilnya
dalam negara semata-mata atas pertimbangan agama. Kini, berkat adanya
tulisan-tulisan Locke, toleransi agama sudah meluas di dunia bahkan
telah sampai di Indonesia. Pikiran Locke tersebut di Indonesia
diaplikasikan dalam salah satu pasal pada UUD 1945 yaitu Pasal 29 ayat
(2) yang berbunyi:
“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Pikiran penting Locke lainnya adalah pada bukunya yang berjudul Two Treatises of Government (dua kesepakatan dengan pemerintah) yang terbit pada tahun 1689. Buku tersebut menyuguhkan ide dasar yang menekankan arti penting konstitusi demokrasi liberal. Buku itu juga mempunyai pengaruh terhadap pikiran politik seluruh dunia yang berbahasa Inggris. Locke sangat meyakini bahwa setiap manusia memiliki hak alamiah, dan ini bukan sekedar menyangkut hal hidup, tetapi juga kebebasan pribadi dan hak atas kepemilikan sesuatu. Tugas utama pemerintah adalah melindungi penduduk dan hak milik warga negara. Pikiran Locke dalam bukunya tersebut juga merasuk hingga ke Indonesia. Hal itu bisa dilihat pada Pasal 28 UUD 1945, dimana negara melindungi hak-hak azasi masyarakat Indonesia.
Locke menekankan bahwa pemerintah baru dapat menjalankan kekuasaannya atas persetujuan oleh yang diperintah. Argumen itu untuk menolak hak suci dari raja. Dia berpendapat bahwa kemerdekaan pribadi dalam masyarakat berada di bawah kekuasaan legislatif yang disepakati dalam suatu negara. Locke dengan tegas menekankan sesuatu yang disebutnya dengan kontrak sosial. Pikiran ini sebenarnya sebagian berasal dari tulisan-tulisan filsuf Inggris terdahulu yaitu Thomas Hobbes. Tetapi, jika Hobbes menggunakan kontrak sosial ini untuk memperkokoh absolutisme, Locke mengartikan kontrak sosial itu sebagai berikut:
” … bilamana legislator mencoba merampas dan menghancurkan hak milik penduduk, atau menguranginya dan mengarah kepada perbudakan di bawah kekuasaan, mereka berada dalam keadaan perang dengan penduduk, dan karenanya penduduk terbebas dari kesalahan apabila membangkang dan biarlah mereka berlindung pada naungan Tuhan yang memang menyediakan penjagaan buat semua manusia dari kekerasan dan kemajuan.”
Jadi, rakyat masih memiliki kekuatan untuk menggulingkan dan mengganti badan perwakilannya apabila wakil-wakil mereka melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kepercayaan yang diletakkan di pundak mereka. Sikap gigih Locke mempertahankan hak melakukan revolusi ternyata juga sangat kuat mempengaruhi Bung Karno dalam aksinya melakukan revolusi di Indonesia. Meskipun Indonesia telah beberapa kali melakukan pergantian pemerintahan, namun hanya sekali saja pemerintahan Indonesia tidak benar-benar mengaplikasikan ajaran Locke tersebut. Hal itu terjadi pada saat pemerintahan Orde Baru, dimana rakyat dirampas kemerdekaannya oleh pemerintah, karena legislatif bukan lagi lembaga yang disepakati oleh rakyat, tapi lebih merupakan alat legitimasi kekuasaan belaka oleh eksekutif yang pada saat itu mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas. Setelah Orde baru tumbang oleh reformasi, penyelenggaraan negara di Indonesia sudah mengarah pada gagasan Locke tersebut.
Meski Locke berpegang teguh pada prinsip kekuasaan mayoritas, tetapi
dia menjelaskan bahwa suatu pemerintahan tidaklah memiliki kekuasaan
tanpa batas. Kekuasaan mayoritas bukan berarti merusak hakikat hak-hak
manusia. Suatu pemerintahan hanya dapat dibenarkan merampas hak milik
atas perkenan yang diperintah. Atas dasar pembatasan kekuasaan tersebut,
Locke menciptakan ajaran tentang pembagian kekuasaan negara, yang
nantinya akan disempurnakan oleh rekannya, yaitu Montesquieu, dan
kemudian oleh Immanuel Kant yang selanjutnya dikenal dengan ajaran Trias
Politika. Di Indonesia, pikiran Locke tersebut juga diaplikasikan dalam
kegiatan penyelenggaraan negara.
Namun perbedaannya, jika Locke membagi kekuasaan kekuasaan tersebut
menjadi eksekutif, legislatif, dan federatif, maka di Indonesia lebih
menggunakan ajaran Trias Politika yang telah disempurnakan oleh
Montesquieu, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Namun pada
prakteknya, tidak ada satu negara pun di dunia yang benar-benar
menggunakan ajaran Trias Politika itu secara murni.
Sumber : http://rockeralimmenulis.wordpress.com/
“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Pikiran penting Locke lainnya adalah pada bukunya yang berjudul Two Treatises of Government (dua kesepakatan dengan pemerintah) yang terbit pada tahun 1689. Buku tersebut menyuguhkan ide dasar yang menekankan arti penting konstitusi demokrasi liberal. Buku itu juga mempunyai pengaruh terhadap pikiran politik seluruh dunia yang berbahasa Inggris. Locke sangat meyakini bahwa setiap manusia memiliki hak alamiah, dan ini bukan sekedar menyangkut hal hidup, tetapi juga kebebasan pribadi dan hak atas kepemilikan sesuatu. Tugas utama pemerintah adalah melindungi penduduk dan hak milik warga negara. Pikiran Locke dalam bukunya tersebut juga merasuk hingga ke Indonesia. Hal itu bisa dilihat pada Pasal 28 UUD 1945, dimana negara melindungi hak-hak azasi masyarakat Indonesia.
Locke menekankan bahwa pemerintah baru dapat menjalankan kekuasaannya atas persetujuan oleh yang diperintah. Argumen itu untuk menolak hak suci dari raja. Dia berpendapat bahwa kemerdekaan pribadi dalam masyarakat berada di bawah kekuasaan legislatif yang disepakati dalam suatu negara. Locke dengan tegas menekankan sesuatu yang disebutnya dengan kontrak sosial. Pikiran ini sebenarnya sebagian berasal dari tulisan-tulisan filsuf Inggris terdahulu yaitu Thomas Hobbes. Tetapi, jika Hobbes menggunakan kontrak sosial ini untuk memperkokoh absolutisme, Locke mengartikan kontrak sosial itu sebagai berikut:
” … bilamana legislator mencoba merampas dan menghancurkan hak milik penduduk, atau menguranginya dan mengarah kepada perbudakan di bawah kekuasaan, mereka berada dalam keadaan perang dengan penduduk, dan karenanya penduduk terbebas dari kesalahan apabila membangkang dan biarlah mereka berlindung pada naungan Tuhan yang memang menyediakan penjagaan buat semua manusia dari kekerasan dan kemajuan.”
Jadi, rakyat masih memiliki kekuatan untuk menggulingkan dan mengganti badan perwakilannya apabila wakil-wakil mereka melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kepercayaan yang diletakkan di pundak mereka. Sikap gigih Locke mempertahankan hak melakukan revolusi ternyata juga sangat kuat mempengaruhi Bung Karno dalam aksinya melakukan revolusi di Indonesia. Meskipun Indonesia telah beberapa kali melakukan pergantian pemerintahan, namun hanya sekali saja pemerintahan Indonesia tidak benar-benar mengaplikasikan ajaran Locke tersebut. Hal itu terjadi pada saat pemerintahan Orde Baru, dimana rakyat dirampas kemerdekaannya oleh pemerintah, karena legislatif bukan lagi lembaga yang disepakati oleh rakyat, tapi lebih merupakan alat legitimasi kekuasaan belaka oleh eksekutif yang pada saat itu mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas. Setelah Orde baru tumbang oleh reformasi, penyelenggaraan negara di Indonesia sudah mengarah pada gagasan Locke tersebut.
John Locke, bapak Trias Politika |
Sumber : http://rockeralimmenulis.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar