Kita perhatikan bahwa hari raya Islam setiap tahunnya tidak pernah
jatuh pada tanggal yang sama, pada kalender yang kita gunakan
sehari-hari. Bulan puasa tahun ini lebih cepat sekitar sebelas hari
daripada tahun lalu. Bulan puasa tahun ini juga akan lebih lambat
sekitar sebelas hari daripada bulan puasa tahun depan.Bagaimana cara
perhitungan kalender umat Islam ini?
Dari tahun ke tahun dengan akumulasi
perbedaan sekitar sebelas hari tiap tahunnya, misalnya, hari raya haji
tidak selalu datang pada musim yang sama. Kadang hari raya haji terjadi
pada musim panas dengan sinar matahari yang terik, kadang terjadi pada
musim dingin yang menggigil. Mengapa terjadi perbedaan sekitar sebelas
hari antara penanggalan Islam dengan penanggalan yang kita gunakan
sehari-hari, yang resmi digunakan oleh dunia internasional?
Perbedaan ini bukan karena jumlah bulan yang berbeda antara
penanggalan Islam dengan penanggalan sehari-hari. Pada prinsipnya jumlah
bulan dalam kedua sistem penanggalan adalah sama. Keduanya memiliki
duabelas bulan dalam satu tahunnya. Tahun dalam kalender yang digunakan
sehari-hari atau penanggalan masehi diawali dengan Januari dan berakhir
dengan Desember. Tahun dalam penanggalan Islam atau Hijriah diawali
dengan bulan Muharram dan diakhiri dengan bulan Dzulhijjah. Diantaranya
terdapat bulan Shafar, Rabiul Awwal, Rabiul Akhir, Jumadil Awwal,
Jumadil Akhir, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, dan Dzulko’dah.
Lantas apa yang membuat penanggalan Islam lebih cepat daripada
penanggalan masehi? Pada penanggalan Islam pergantian bulan barunya
adalah berdasarkan pada penampakan hilal, yaitu bulan sabit terkecil
yang dapat diamati dengan mata telanjang. Hal ini tidak lain disebabkan
penanggalan Islam adalah penanggalan yang murni berdasarkan pada siklus
sinodis bulan dalam sistem penanggalannya (lunar calendar), yaitu siklus
dua fase bulan yang sama secara berurutan.
Satu bulan dalam sistem penanggalan Islam terdiri antara 29 dan 30
hari, sesuai dengan rata-rata siklus fase sinodis Bulan 29,53 hari. Satu
tahun dalam kalender Islam adalah 12 x siklus sinodis bulan, yaitu 354
hari 8 jam 48 menit 36 detik. Itulah sebabnya kalender Islam lebih
pendek sekitar sebelas hari dibandingkan dengan kalender masehi dan
kalender lainnya yang berdasarkan pada pergerakan semu tahunan matahari
(solar calendar). Karena ini pula bulan-bulan dalam sistem penanggalan
Islam tidak selalu datang pada musim yang sama. Selain itu, dalam jangka
waktu satu tahun masehi bisa terjadi dua tahun baru hijriah. Contohnya
seperti yang terjadi pada tahun 1943, dua tahun baru hijriah jatuh pada
tanggal 8 Januari 1943 dan 28 Desember 1943.
Perbedaan antara penanggalan hijriah dengan penanggalan masehi yang
kita gunakan sehari-hari tidak berhenti disitu saja. Terdapat pula
perbedaan pada pergantian harinya. Kita ketahui bahwa hari baru pada
penanggalan masehi berawal pada jam 00.00 malam hari. Itu pula sebabnya
orang sering mengucap selamat ulang tahun pada tengah malam jam 00.00
saat pergantian hari, dengan harapan ucapan tersebut menjadi ucapan
pertama pada awal hari jadinya seseorang.
Dalam penanggalan Hijriah hari baru berawal setelah Matahari terbenam
dan berlangsung sampai saat terbenamnya Matahari keesokan harinya.
Misalnya, hari pertama dimulai sejak matahari terbenam hari sabtu dan
berakhir sampai matahari terbenam pada hari minggu. Hari kedua dimulai
sejak matahari terbenam hari minggu sampai matahari terbenam keesokan
harinya, hari senin. Begitu seterusnya. Ketujuh hari dalam penanggalan
Hijriah memang tidak dinamai, melainkan dinomori. Ketujuh hari tersebut
adalah: • Yawm al ‘ahad : hari pertama • Yawm al ‘itsnayn : hari kedua •
Yawm ath tsalatsa : hari ketiga • Yawm al ‘arba’a : hari keempat • Yawm
al khamis : hari kelima • Yawm al jum’a : hari keenam • Yawm as sabt :
hari ketujuh
Untuk keperluan sipil sehari-hari, misalnya untuk negara-negara Islam
yang memakai penanggalan Hijriah sebagai kalender resminya, penanggalan
ini didasarkan pada perhitungan (hisab). Bulan terdiri dari 29 dan 30
hari secara bergantian. Dimulai dengan bulan Muharram yang terdiri dari
30 hari, disusul dengan Shafar 29 hari, kemudian Rabiul awal 30 hari dan
seterusnya secara bergantian sampai bulan Dzulhijjah. Tetapi khusus
untuk bulan terakhir ini jumlah hari bisa 29 atau 30 hari. Untuk tahun
kabisat, bulan Dzulhijjah terdiri dari 30 hari. Untuk tahun basithoh
(biasa), bulan Dzulhijjah terdiri dari 29 hari. Sehingga jumlah hari
dalam tahun kabisat akan menjadi 355 hari.
Untuk keperluan keagamaan, misalnya untuk menentukan awal hari puasa
atau hari raya, pergantian bulan pada penanggalan Hijriah tetap
diwajibkan dengan dasar pengamatan hilal (rukyah). Pengamatan hilal ini
pun harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan dengan sumpah suci
pengamat berikut saksi. Di Indonesia kita kenal Badan Hisab Rukyat,
bersama-sama dengan Departemen Agama, yang bertugas mengamat hilal di
suatu tempat khusus. Ilmuwan, dalam hal ini ahli ilmu falak dan
astronom, tidak ketinggalan. Karena dapat atau tidak terlihatnya hilal
dapat diprediksi dengan perhitungan yang sudah menjadi santapan
sehari-hari mereka.
Tetapi kadang suatu organisasi Islam punya acuannya sendiri dalam
persoalan hilal ini. Satu dengan lainnya kadang tidak sejalan. Oleh
karena itu tidak mengherankan sering terdapat perbedaan dalam memulai
ibadah puasa dan hari raya Idul Fitri, misalnya. Hal yang seringkali
terjadi di tanah air. Walaupun demikian, hendaknya persoalan ini tidak
menjadi pembeda yang dapat meresahkan umat.
Sumber : http://faris167.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar