Soekarno, Soeharto dan SB Yudhoyono |
“Tidak ada yang benar-benar rahasia di dunia ini, Le! Semua itu terbaca, termasuk tanda tanganmu! Elek tenan!” bentak keras bapakku waktu SMP dulu.
Aku hanya menunduk dan sedikit mengkeret dengan
sorot pandangan mata bapakku yang tajam. Tatapan mata bak matahari di
tengah hari bolong. Aku tak mampu menatapnya. Ibuku yang duduk
disebelahku juga tampak terdiam. Sesekali hanya melirikku, tanpa membela
apapun.
Saat itu, aku sangat kesal, marah sekaligus
ketakutan. Tanda tangan yang berbentuk huruf M terbalik itu membuatnya
gusar. Waktu itu aku tidak mengerti sikap ke otoriteran bapakku itu. Aku
masih ingat, ada sekitar 4 lembar kertas folio di sodorkan dengan kasar
di depanku, lengkap dengan pena jadul yang baru diisinya
dengan tinta. Aku dipaksa untuk membuat tanda tangan baru. Banyak sekali
yang aku coba. Dari model bapakku sendiri hingga model tanda tangan
ibuku. Bapakku masih sangat tidak puas.
Malam itu sekitar ba’da maghrib, bapakku membeli
sebuah buku menulis halus berwarna biru dongker dan sekali lagi,
memaksaku menyalin sebuah sebuah cersil Kho Ping Ho dengan tulisan
bersambung. Sumpah, jadul banget! Bahkan mirip tulisan orang tua.
Setelah beberapa jam terkantuk-kantuk, akhirnya salinan itu selesai.
Setelah itu, diprintahkannya kembali untuk membuat tanda tangan baru.
Sepertinya cocok dengan tanda tangan baruku itu. Tanda tangan yang mirip
dengan dengan model tanda tangan ibuku.
“Buang dua titik dan garis dibawah itu. Kamu pengen bapak ibumu cepet mati hah!!!” bentaknya lagi.
Akupun menurut. Kecuali garis dibawah tanda tangannya.
“HAPUS GARISNYA!!!”
Langsung aku mengkeret. Mirip bekecot yang disiram garam.
…….
Beberapa tahun setelah kedua orang tuaku meninggal,
akhirnya aku sadar. Apa yang diminta almarhum bapakku itu ternyata
adalah hal yang luar biasa. Ilmu membaca tanda-tangan yang beliau miliki
ternyata di jaman sekarang menjadi sesuatu yang sangat menarik. Bahkan
nama inggrisnya pun keren, yaitu ‘Graphology’. Nggak
kalah keren dengan kata astromony, geology ataupun biology. Bahkan seni
membaca tanda tangan ini konon sudah menjadi bagian dari ilmu psikologi
dan tak jarang aku menemui jasa pembacaan karakter lewat tanda tangan
untuk penerimaan pegawai baru di perusahaan-perusahaan besar.
Lebih menariknya, di kampus Universitas Urbino,
Italia; Universitas Automonus di Bercelona, Spanyol maupun Instituto
Superior Emerson, Buenos Aires, Argentina menawarkan akridasi untuk
gelar grapolog ini. Kalau tidak salah bergelar MA dan BA di bidang
Graphology.
Buku teknik dan teori membaca tanda tangan ini
sudah banyak aku lihat di toko-toko buku. Banyak detail yang diungkap
dalam buku-buku tersebut. Akupun mempunyai beberapa koleksinya. Walaupun
setelah dibaca, kajiannya sangat rumit dan sepertinya memoriku tidak
cukup untuk menghapal semua. Cuman sedikit mengorek teknik membaca tanda
tangan dari almarhum bapakku sebelum meninggal, bagiku sepertinya
teknik beliau jauh lebih mudah aku pahami.
Menurut beliau, setiap orang itu mempunyai cetak
biru dalam jiwanya. Cetakan ini yang membuat tubuh akan bereaksi pada
syaraf-syaraf motorik kasar dan halusnya. Bentuk tanda-tangan adalah
hasil cetak biru mini dari keseluruhan jiwa dan karakternya. Untuk
membacanya dengan cepat, menurut beliau, mesti mengikuti ‘getaran’
energy yang dihasilkan dari bentuk tanda-tangan tersebut. Pembaca
tanda-tangan harus memposisikan sebagai penulis tanda-tangan.
Dan sepertinya aku paham sekarang, bapakku membuat
pola terbalik yaitu merubah tanda tangan agar cetak biru kepribadianku
juga ikut berubah. Untung saja, walau dulu sempat malas-malasan diajarin
olah rasa. Kini sedikit banyak apa yang yang dipelajari dari Almarhum
bapakku bisa aku manfaatkan, setidaknya pada saat meeting aku bisa
meraba karakter peserta meeting dari absensi nya. Banyak konflik dan
kemungkinan sakit hati bisa dihindarkan dengan mencoba memposisikan diri
agar tidak berbenturan dengan karakter lawan bicara.
….
“Coba le, bandingkan tanda-tangan bung Karno dan
pak Harto. Itu contoh tanda tangan yang bagus dan kuat!” kata beliau
saat menunjukan foto copyan tanda tangan Bung Karno dan Pak Harto. Aku
manggut-manggut saja waktu itu saat bapak menjelaskan perihal tanda
tangan dua tokoh bernama depan huruf yang sama yaitu huruf ’S’ itu.
Dimana menurutnya, Bung karno memang sejak lahir,
kecil, besar dan tuanya terlahir masuk dalam lingkaran kekuasaaan.
Pribadi yang terbuka dan jelas dibaca kemauannya seperti membaca namanya
di tanda tangannya. Namun sayangnya, ada satu titik kecil di ujung
tanda tangannya yang berarti kematian atau penghabisan. ( Hmm, jadi
penasaran dengan tanda titik diujung nama Putra Sampoerna, apakah akan
berarti sama? Yaitu akan ada penghabisan karir/bisnis Sampoerna Grup?). Dan
anehnya, menurut beliau juga, nama Bung karno akan hidup kembali
setelah masa kematiannya Hal ini digambarkan dengan adanya garis pendek
di belakang titik.
Untuk Pak Harto memang terdapat beberapa kesamaan
dengan Bung Karno. Pribadi yang mantab dan tegas. Masa kecil yang suram
dan sengsara. Namun hebatnya, takdirnya mampu memisahkan dan
menghapuskan masa kecilnya. Jelas terlihat dengan satu titip pemisah
dari huruf S pertamanya. Selanjutnya mudah di tebak, pertengahan umurnya
di lalui dengan gemilang dan mencapai puncak pencapaian yang tertinggi.
Cuman menjelang masa tuanya, kepribadiannya sedikit
berubah. Sikapnya menjadi penyendiri dan jarang berkomentar. Kalaupun
berkomentar akan terdengar tajam dan menusuk perasaan yang mendengarnya.
Saat mencapai puncak kejayaan keduanya, halangan besar menusuknya
hingga runtuh. Namun yang menarik, menurut Almarhum bapakku–semenjak
sebelum lahir, terlahir hingga meninggal, ada yang memantau
keberadaannya, bahkan boleh dibilang memusuhi. Namun anehnya, saat
beliau meninggal arah berbalik menjadi merindukannya. Hal ini
digambarkan dengan garis berbalik arah di bawah tanda-tangannya.
Dari dua tokoh berhuruf depan S itupun akhirnya
menyisakan sedikit rasa penasaran bagiku. Ada satu lagi presiden yang
berhuruf depan S yaitu Pak SBY. Aku sering membanding-bandingkan
tanda-tangan beliau dengan kedua tokoh sebelumnya.
Konon, tanda tangan SBY juga termasuk tanda tangan yang bagus. Berkepribadian kuat dan mempunyai masa lalu (kecil) yang sangat well organized.
Tertib dan sangat jelas. Pemilihan nama yang ‘Yudhoyono’ yang berarti
seni berperang lebih ditonjolkan daripada nama ‘Susilo Bambang” yang
berarti pertapa/pemimpin yang santun. Memang terlihat di pertengahan
umurnya banyak terlibat dalam lingkarang kekuasaan yang sedikit rumit.
Bahkan akan sempat ada penurunan pada ujung karirnya. Walau yang
mengejutkan, garis penutup yanda tangannya sangat jelas dan mencerminkan
kekuatan kebangkitan dan kemuliaan menjelang ajalnya.
Sungguh andaikan almarhum bapakku masih hidup,
ingin sekali aku berdiskusi kembali soal tanda tangan presiden yang
ketiga dengan huruf depan S ini. Disamping mereka sama sama berhuruf
depan sama tetapi ketiganya aalah tokoh besar yang menyimpan banyak ilmu
untuk dipelajari.
Namun ada satu temuan jenis tanda tangan yang menarik juga di salah satu blog.
Kalau yang satu ini tidak perlu merindukan almarhum Bapak untuk diajak
diskusi. Orang awam pun akan tahu, tanda tangan yang ruwet dan
mendominasi lembaran Akte kelahiran itu berarti.. lebaaayyyyy…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar